Rest Area KM 21 B Tol Jagorawi Disita Kejagung

Kamis 22-05-2025,19:14 WIB
Reporter : Noor Arief Prasetyo
Editor : Noor Arief Prasetyo

HARIAN DISWAY - Kejaksaan Agung menyita aset berupa rest area di KM 21 B Tol Jagorawi. Penyitaan dilakukan pada Rabu, 21 Mei 2025.

Aset ini diduga berasal dari tindak pidana korupsi dan pencucian uang. Kasusnya terkait tata niaga komoditas timah di wilayah IUP PT Timah Tbk. Periode yang diselidiki adalah tahun 2018 hingga 2020.

Penyitaan dilakukan oleh Tim Sub Direktorat Pelacakan Aset JAM pidsus. Aset yang disita milik CV Venus Inti Perkasa, salah satu tersangka korporasi dalam perkara ini.

Objek penyitaan meliputi tiga bidang tanah dengan SHGB. Di atasnya berdiri berbagai bangunan dan usaha.

Ada dua SPBU. Yaitu Pertamina dan Shell. Ada juga dua food court, satu musala, satu bangunan ATM, dan 28 unit usaha lainnya.

BACA JUGA:Inilah Vonis Tiga Terdakwa Korupsi Timah

BACA JUGA:Kejagung Periksa Dirut Perusahaan Baja Atas Kasus Korupsi Komoditas Timah

Aset ini berada di bawah dua perusahaan: PT Karya Surya Ide Gemilang dan PT Graha Tunas Selaras.

Tim dari Badan Pemulihan Aset (BPA) turut hadir saat penyitaan. Aset tersebut selanjutnya akan dikelola BPA sesuai ketentuan hukum.

“Langkah ini adalah bagian dari penegakan hukum. Sekaligus untuk memulihkan kerugian negara akibat korupsi dan TPPU,” tegas Harli Siregar, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung.

Ia menambahkan, penyitaan ini berdasarkan Surat Perintah Penyitaan Nomor: PRIN-31/F.2/Fe.2/01/2025.

Kejaksaan Agung berkomitmen mengusut tuntas kasus ini. Pemulihan aset menjadi bagian penting dari proses hukum.


Tim Kejaksaan Agung RI di lokasi penyitaan aset di Rest Area KM 21 B Tol Jagorawi .-Puspenkum Kejaksaan Agung-

“Penyidikan akan terus berjalan. Kami pastikan tidak ada pihak yang kebal hukum,” tambah Harli dalam rilis yang dikirim Kamis, 22 Mei 2025..

Kasus ini bermula pada tahun 2018 ketika sejumlah pejabat PT Timah Tbk, termasuk Direktur Operasi ALW, Direktur Utama MRPT, dan Direktur Keuangan EE, menyadari bahwa pasokan bijih timah dari perusahaan lebih rendah dibandingkan dengan smelter swasta lainnya. Alih-alih menindak penambangan ilegal di wilayah IUP PT Timah, mereka justru menjalin kerja sama dengan pemilik smelter untuk membeli hasil tambang ilegal dengan harga di atas standar tanpa kajian terlebih dahulu. Perjanjian kerja sama sewa-menyewa peralatan peleburan timah dibuat untuk melegitimasi aktivitas tersebut. 

Kategori :