Seni sebagai Investasi, Jalan Menuju Ketajaman Makna

Senin 26-05-2025,09:00 WIB
Oleh: Fileski Walidha Tanjung*

ADA satu pertanyaan yang sudah lama bergema dalam lorong-lorong sunyi pikiran manusia modern: bisakah karya seni menjadi investasi? Di tengah dunia yang makin terobsesi dengan angka, pasar, dan efisiensi, karya seni muncul sebagai paradoks yang memikat. 

Ia tidak berbicara dalam kurva laba atau fluktuasi pasar, tetapi dalam bisikan halus estetika dan imajinasi. Namun, justru karena itulah, seni menyimpan potensi menjadi bentuk investasi paling abadi, bahkan melampaui properti fisik yang bisa lapuk oleh zaman.

Jean Baudrillard pernah menulis, ”Seni adalah cermin yang tidak memantulkan dunia, tetapi menciptakannya kembali.” Dan, dalam dunia kapital hari ini, cermin tersebut bisa menjadi pintu masuk menuju kekayaan yang tak hanya bersifat finansial, tapi juga spiritual dan intelektual. 

BACA JUGA:Nujum Pangan Seniman

BACA JUGA:Seni Tradisi Tidak Akan Mati

Memiliki karya seni tidak sekadar memiliki objek indah di dinding, tetapi juga memiliki sejarah, identitas, bahkan ideologi yang bisa melintasi generasi.

Bukanlah rahasia bahwa bisnis kolektor seni dapat menjadikan seseorang kaya raya. Nama-nama seperti Charles Saatchi, Francois Pinault, hingga kolektor muda di Asia Tenggara telah menunjukkan bahwa karya seni bisa menjadi instrumen akumulasi nilai yang menyaingi pasar saham. 

Harga sebuah lukisan karya Affandi atau Raden Saleh hari ini bisa menembus angka miliaran rupiah. Bahkan, karya seniman kontemporer seperti Eko Nugroho, Heri Dono, dan Entang Wiharso mulai meraih pengakuan di pasar global. 

BACA JUGA:Lebaran Seni Artjog

BACA JUGA:Menghidupkan Seni Surabaya

Itu bukan kebetulan, melainkan pertanda bahwa seni Indonesia tengah memasuki babak baru sebagai aset properti yang bernilai tinggi.

Jika seni diperlakukan seperti dana abadi universitas-universitas besar –sebut saja Harvard yang mengelola endowment fund bernilai ratusan miliar dolar –pendekatan investasi 4 persen per tahun dari nilai portofolio bisa menjadi sumber pemasukan yang stabil. 

Dengan harapan nilai aset naik 7–10 persen per tahun, sisanya menjadi benteng terhadap inflasi yang kian agresif. Itu bukan sekadar strategi finansial, melainkan filosofi hidup: bagaimana keindahan dan nilai bisa mendanai keberlangsungan, bukan sekadar konsumsi.

BACA JUGA:The Godfather Seniman Surabaya

BACA JUGA:Gojek Seniman

Kategori :