Menebak Arah Upaya Pemakzulan Wapres Gibran Rakabuming Raka

Sabtu 14-06-2025,22:49 WIB
Oleh: Hananto Widodo*

Forum purnawirawan TNI tersebut tentu bisa memanfaatkan senioritas mereka terhadap Fraksi ABRI yang notabene adalah para juniornya sehingga Fraksi ABRI akan ewuh pakewuh jika tidak menuruti para seniornya.

Sementara itu, jika menggunakan mekanisme konstitusional sebagaimana diatur dalam Pasal 7 A UUD 1945 pasca perubahan, usulan forum purnawirawan TNI itu menjadi sulit. 

Pasca perubahan UUD 1945, presiden dan wapres hanya bisa diberhentikan jika presiden atau wapres itu melakukan pelanggaran hukum berupa korupsi, suap, pengkhianatan terhadap negara serta tindak pidana berat lainnya, perbuatan tercela dan sudah tidak memenuhi syarat sebagai presiden. 

BACA JUGA:Sinyal Bertubi-tubi untuk Gibran

BACA JUGA:100 Hari Pemerintahan Prabowo-Gibran

Jika membandingkan dengan syarat pemberhentian presiden dan/atau wapres dengan UUD 1945 sebelum perubahan, aturan terkait pemberhentian presiden dan/atau wapres lebih jelas.

Jika melihat pada surat usulan dari forum purnawirawan TNI itu, ada beberapa poin yang menjadi alasan penting agar Gibran dimakzulkan sebagai wapres. 

Pertama, terkait cacatnya prosedur penetapan Gibran sebagai cawapres Prabowo. Sebagaimana diketahui, Gibran mendapatkan legalitas untuk maju sebagai cawapres berdasar putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023. 

Sebenarnya, berdasar Pasal 169 huruf q UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, Gibran tidak bisa untuk maju sebagai wapres. Sebab, berdasar pasal itu, untuk menjadi capres dan cawapres, seseorang harus sekurang-kurangnya berusia 40 tahun. 

Namun, karena pasal itu diuji di MK dan MK mengabulkan permohonan pengujian terhadap pasal 169 huruf q dan syarat itu menjadi di bawah 40 tahun dengan syarat pernah berpengalaman sebagai kepala daerah, akhirnya Gibran bisa maju sebagai cawapres meski umurnya belum 40 tahun. 

Pasalnya, ia pernah menjadi wali kota Solo. Sebagaimana diketahui, permohonan dari Almas Tsaqibiru itu dikabulkan karena ada ”permainan” dari Ketua MK Anwar Usman yang notabene adalah paman dari Gibran sehingga putusan MK itu dianggap cacat.

Dugaan pelanggaran etik oleh Anwar Usman itu kemudian ditindaklanjuti dengan dibentuknya Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) yang diketuai Jimly Asshiddiqie. 

MKMK akhirnya memutuskan bahwa Anwar Usman telah terbukti melakukan pelanggaran etik dan Anwar Usman akhirnya diberhentikan sebagai ketua MK. 

Namun, Jimly mengatakan bahwa MKMK tidak bisa membatalkan putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 sehingga putusan MK itu tetap sah dan dijadikan instrumen bagi Gibran untuk maju sebagai cawapres mendampingi Prabowo.

Kedua, usulan forum purnawirawan TNI agar DPR memproses pemakzulan terhadap Gibran karena Gibran dianggap melakukan pelanggaran cukup serius terkait akun fufufafa yang dianggap pernah menghina Prabowo serta mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. 

Ketiga, terkait dengan laporan dosen Universitas Negeri Jakarta Ubeid Ubeidillah yang pernah melaporkan dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan keluarga Jokowi kepada KPK. Namun, hingga kini laporan Ubeidillah tidak pernah ditindaklanjuti KPK.

Kategori :