Lusi Setyo Pebiani, 23, dibunuh suami, Bagus Setiyojati, 25, di rumah mereka di Karawang, Jabar. Bagus kini dirawat di RS karena percobaan bunuh diri. Dua anak mereka, usia 5 tahun dan 5 bulan, kini diasuh kakek Lusi dari pihak ibu, Endi Junaedi, 70. Dua bocah itu melihat pembunuhan tersebut. Bagaimana dampak psikologisnya?
DIKUTIP dari buku berjudul How Intimate Partner Violence Affects Children: Developmental Research, Case Studies, and Evidence‑Based Intervention (2011) karya duo profesor, Sandra A. Graham‑Bermann dan Alytia A. Levendosky, dampak psikologis bocah melihat pembunuhan ortu sangat fatal. Sulit disembuhkan.
Prof Sandra guru besar psikologi dan psikiatri di Michigan State University. Dia fokus pada riset-riset terkait bentuk kekerasan yang memengaruhi kejiwaan anak-anak. Prof Alytia menjabat co-director of clinical training, Clinical Science, di universitas yang sama.
BACA JUGA:Dukun Pesugihan Habisi Pasien: Tragedi Malam Jumat Pon
BACA JUGA:Tragedi Ganti Partner
Buku mereka itu hasil riset yang diterbitkan American Psychological Association (APA) Books, 2011. Sering dijadikan rujukan dalam karya ilmiah psikologi internasional.
Sebelum masuk ke teori di buku itu, kita simak dulu kronologi kejadian pembunuhan Lusi. Diceritakan paman Lusi, Ahmad Jaelani, 38, kepada wartawan, Senin, 16 Juni 2025.
Ahmad adalah anak Endi. Ia dan keluarganya tinggal di satu kompleks perumahan dengan pasutri Bagus-Lusi di Perumahan Lemahmulya Indah, Desa Lemahmulya, Majalaya, Karawang.
BACA JUGA:Tragedi Tol Ciawi: Alarm Bahaya bagi Keselamatan Lalu Lintas
BACA JUGA:Tragedi Politik di Pusaran Post-Truth
Ahmad: ”Anak sulung Lusi yang melihat kejadian itu stres berat sejak kejadian Kamis (12 Juni 2025). Hari ini mulai pulih. Dia (anak itu perempuan, bukan laki-laki seperti diberitakan kemarin) cerita ke saya walaupun sedikit.”
Rabu malam, 11 Juni 2025, Lusi menangis. Itu dilihat tetangga bernama Dita, 33, saat mengantarkan makanan ke rumah Lusi. ”Matanya sembap. Saya tidak berani tanya mengapa. Sebab, belakangan dia sering cekcok dengan suami. Dan, waktu itu si suami ada di dalam rumah.”
Malam kian larut. Suasana kompleks perumahan sepi. Suhu udara Kota Karawang sejuk-kering di akhir musim hujan itu. Rumah-rumah di sana sudah tutup.
BACA JUGA:Tragedi Tanah Merah, Benarkah Carok?
BACA JUGA:Sejarah dan Tragedi Kanjuruhan; Antara Kerajaan Tertua dan Sepakbola