BACA JUGA:Alasan Beberapa Orang Tidak Suka Mendengarkan Musik
Diskusi ilmiah di Universitas Nias Raya, 26 Juni 2025.-Soundscape Nusantara-
Rani dikenal karena risetnya yang menggabungkan tradisi suara dengan teknologi digital melalui proyek Re:Sound.
Selama di Nias, mereka memilih tinggal di homestay rumah adat, bukan hotel berbintang. Pilihan itu mencerminkan niat untuk benar-benar menyelami denyut budaya setempat.
Mereka menyaksikan berbagai praktik adat: musyawarah Orahu, pengukuhan tokoh adat, hingga latihan Hoho oleh para pemuda desa.
BACA JUGA:Gonggo Mino, Musik Khas Masyarakat Tengger Desa Ngadiwono, Dimainkan Jelang Yadnya Kasada
Semua itu menjadi bukti bahwa tradisi tidak sekadar hidup, tetapi juga bernapas bersama masyarakatnya.
Momen paling mengharukan terjadi saat masyarakat Hilisimaetano menyanyikan Hoho yang sama seperti yang direkam oleh Jaap Kunst 95 tahun lalu.
Di tempat yang sama. Bahkan oleh keturunan langsung dari para penyanyi asli. “Itu seperti menembus waktu,” kata Rani.
BACA JUGA:SMEX 2025: Surabaya Jadi Panggung Teknologi Musik Terbesar di Indonesia Timur
Pentingnya repatriasi itu juga diangkat dalam diskusi ilmiah di Universitas Nias Raya, 26 Juni 2025.
Rektor universitas Dr. Martiman Suaizisiwa menegaskan perlunya masyarakat Nias mengakses kembali warisan yang tersimpan di Eropa.
Rani menyebut bahwa warisan suara harus dijaga bukan hanya sebagai artefak. Tapi sebagai sumber daya hidup: untuk pendidikan, pariwisata budaya, hingga kolaborasi lintas generasi.
Rumah adat Nias. Para musisi dan peneliti tinggal di rumah itu dan menyaksikan berbagai praktik adat: musyawarah Orahu, pengukuhan tokoh adat, hingga latihan Hoho oleh para pemuda desa.-Soundscape Nusantara-
BACA JUGA:Kerja Santai tapi Produktif dengan Musik
Puncak acara ditandai dengan penyerahan resmi arsip suara oleh Dr. Barbara Titus dalam bentuk flashdisk.