HARIAN DISWAY - Penurunan tarif impor Amerika Serikat (AS) menjadi 19 persen menuai respon negatif dari publik. Terutama karena Indonesia diwajibkan membeli produk AS senilai miliaran dolar.
Kesepakatan dagang yang semula tampak cukup menjanjikan justru menimbulkan keraguan.
BACA JUGA:Telepon Prabowo-Trump Bikin Tarif Impor AS Turun Jadi 19 Persen
BACA JUGA:Tanggapan Emil Dardak Soal Tarif Impor AS: Pelaku Usaha Jatim Sudah Antisipasi
Produk-produk AS yang perlu dibeli mencakup USD 15 miliar energi, USD 4,5 miliar produk pertanian, dan 50 unit pesawat Boeing seri 777.
Ekonom sekaligus Pakar Kebijakan Publik Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat menjabarkan beberapa hal soal isu itu kepada Disway pada Rabu, 16 Juli 2025.
BACA JUGA:Tarif Impor AS Naik Jadi 32 Persen, Inilah Desakan Said Abdullah
Menurutnya, tarif berfungsi untuk melindungi kepentingan nasional dan memperkuat posisi tawar domestik.
Ia menilai AS diuntungkan lewat situasi saat tersebut. AS menurunkan defisit dagang dengan cara meningkatkan ekspor ke Indonesia sambil tetap memungut tarif 19% dari produk Indonesia.
Menurut Achmad, negosiasi itu tidak setara karena kedua pihak tidak berada dalam posisi yang seimbang.
BACA JUGA:Tarif Tambahan 32 Persen AS Belum Berlaku, RI Punya 3 Pekan untuk Negosiasi
Yang ada, perekonomian Indonesia lah yang terkena dampak negatifnya.
Skema impor besar-besaran dari AS berisiko menekan neraca perdagangan dan devisa Indonesia.
BACA JUGA:Pengadilan Banding AS Izinkan Trump Tetap Berlakukan Tarif Impor Sementara Proses Hukum Berlanjut