Perencanaan perampokan dimulai jauh sebelum hari kejahatan. Ketika mulai membutuhkan uang, pencuri akan mulai memperhatikan calon target dalam aktivitas sehari-hari mereka. Misalnya (di Inggris) perampok mengajak anjingnya jalan-jalan. Saat itulah perampok memantau situasi.
Namun, mereka ternyata fleksibel dan dapat dengan cepat berubah pikiran di hari yang sama jika mereka melihat rumah lain yang lebih mudah diakses. Misalnya, karena jendela atau pintu yang terbuka atau jika pemiliknya sedang pergi.
Begitu perampok masuk rumah, ”pilot otomatis” terbukti penting untuk mencegah penjahat kehilangan akal sehat. Tapi, bagi mereka, itu semacam gerak refleks.
Para responden yang memainkan alat virtual itu semuanya melakukan rute yang sama melalui sebuah rumah. Pertama menuju kamar tidur di lantai atas, lalu ke ruang tamu di lantai bawah.
Perampok dengan mudah menemukan saku mantel untuk dompet dan kartu kredit serta pakaian desainer, perhiasan, dan barang berharga kecil lainnya. Mereka mengabaikan peralatan elektronik yang akan cepat tua dan sulit dibawa.
Dengan rata-rata empat menit di dalam rumah, para perampok mengumpulkan barang senilai sekitar 1.000 pound sterling (USD 1.560). Itu jauh dari perolehan kelompok kontrol riset Nee, yang terdiri atas mahasiswa yang taat hukum.
Yang mengejutkan, sebagian besar proses berpikir yang terlibat dalam penggeledahan itu tampaknya terjadi di bawah kesadaran, memberi pencuri ruang mental yang lebih luas untuk menghadapi risiko ketahuan.
”Saya bisa saja melakukannya dengan mata tertutup,” kata seorang pencuri kepada Nee saat diinterogasi di penjara.
Riset itu bertujuan memberikan peringatan kepada publik agar waspada. Jangan sampai jadi korban perampokan. Kata panglima perang Tiongkok kuno, Sun Tzu (544–496 SM), pelajari musuhmu, maka, sebelum berperang pun, kamu sudah setengah menang. (*)