MEMPERINGATI Hari Kesaktian Pancasila, 1 Oktober 2025, sudah saatnya kita melakukan refleksi kritis terhadap eksistensi ideologi negara ini. Benarkah Pancasila sebagai ideologi negara masih sakti, masih kokoh, dan mampu menjaga dan menyelamatkan negara ini dari berbagai ancaman, baik laten maupun manifes, baik dari dalam maupun dari luar?
Apakah ideologi Pancasila masih menjadi ideologi negara dan masyarakatnya?
Dalam diskusi mata kuliah filsafat Pancasila di ruang kelas, seorang mahasiswa bertanya, benarkah negara Indonesia berdasar Pancasila? Benarkah kita hidup di negara Pancasila?
BACA JUGA:Prabowo Disambut Hangat Siswa saat Peringatan Hari Kesaktian Pancasila di Lubang Buaya
BACA JUGA:Hari Kesaktian Pancasila, Gubernur Khofifah Jadikan Momentum Perekat Persatuan dan Kesatuan Bangsa
Jika benar kita hidup di negara Pancasila, mengapa sila dasar dari Pancasila, yakni masalah Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan, dan Keadilan, nyaris hilang dalam praktik kehidupan berbangsa dan bernegara kita?
Pertanyaan kritis-reflektif tersebut layak dikemukakan di tengah problematika yang terus mendera bangsa ini yang menjadikan bangsa ini sulit berkembang dan maju.
Kehidupan berbangsa dan bernegara, baik sosial (keagamaan), politik, ekonomi, maupun budaya, nyaris jauh dari semangat dan nilai-nilai dasar yang ada dalam Pancasila.
BACA JUGA:5 Cara Asik Memperingati Hari Kesaktian Pancasila 2025 Ala Gen Z
BACA JUGA:Hari Kesaktian Pancasila 2025: Sejarah, Tema, dan Makna Bagi Kehidupan Sehari-Hari
Di bidang sosial-keagamaan, munculnya kekerasan dengan legitimasi agama (baik fisik maupun nonfisik) kerap kali mewarnai kehidupan beragama kita. Hilangnya sikap intoleransi antarumat dan pemeluk agama. Kasus perusakan tempat ibadah yang menimpa umat yang seagama maupun lain agama kerap kali terjadi.
Masalah korupsi terus menggurita. Memimjam Buya Ma’arif, korupsi terjadi mulai kantor istana sampai kantor kelurahan, bahkan toilet. Para pejabat –mulai pusat sampai daerah–yang diberi amanah kekuasaan begitu mudahnya tersangkut kasus korupsi.
Liberalisasi politik yang diwujudkan melalui pemilu dan pemilukada telah melahirkan para pemimpin korup. Berdasar data yang ada, tahun 2024, Polri mengungkap 1.280 kasus korupsi dengan 830 tersangka dan Mahkamah Agung mencatat 1.623 perkara korupsi diputus pengadilan negeri.
BACA JUGA:Negara Bukan Tujuan, Pancasila Jadi Wasilah Mewujudkan Keadilan
BACA JUGA:Nilai-Nilai Pancasila dan 80 Tahun Indonesia Merdeka