JAKARTA, HARIAN DISWAY - Mantan Direktur Utama (Dirut) perusaan listrik pelat merah FM, dan tiga orang lainnya ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) I di Desa Jungkat, Kecamatan Siantan, Kabupaten Mempawah, Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2008-2018.
Namun Korps Pemberantas Tindak Pidana Korupsi (Kortas Tipidkor) Polri belum menahan mereka. Hal tersebut dikonfirmasi oleh Kakortas Tipidkor Polri Irjen Cahyono Wibowo kepada wartawan, Selasa, 7 Oktober 2025.
Cahyono menyampaikan bahwa pihaknya tengah berkoordinasi dengan Kejaksaan terkait kelengkapan bekas perkara. Menurutnya pemberkasan perkara tengah berproses dan dalam waktu dekat akan berkoordinasi terkait kontruksi perkara dengan jaksa penuntut umum (JPU).
Diketahui kasus tersebut diselidiki sejak 13 November 2024, saat Kortas Tipidkor masih bernama Direktorat Tipikor Bareskrim Polri. Kasus itu diambil alih dari Polda Kalimantan Barat (Kalbar).
BACA JUGA:Adik Jusuf Kalla, Halim Kalla Jadi Tersangka Kasus Korupsi Proyek PLTU Kalbar
Kasus tersebut menyebabkan kerugian keuangan negara sebesar 62.410.523,20 USD (setara Rp1,350 triliun) dan Rp323.199.898. Dengan total 65 saksi dan lima ahli dimintai keterangan terkait dugaan korupsi pembangunan PLTU.
Sejak 3 Oktober 2025, sebanyak empat orang ditetapkan tersangka. Keempat tersangka yakni; Dirut perusahaan listrik, FM periode 2008-2009. Presiden Direktur PT BRN, HK. Dirut PT BRN, RR. Serta Dirut PT Praba, HYL.
Kasus dugaan korupsi berawal dari 2008, saat perusahaan listrik pemerintah mengadakan lelang (ulang) untuk pekerjaan Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) 1 Kalimantan Barat dengan kapasitas output sebesar 2x50 MegaWatt di Kecamatan Jungkat, Kabupaten Mempawah, Provinsi Kalimantan Barat. Namun sebelum pelaksanaan lelang, diketahui pihak perusahaan listrik pemerintah melakukan perjanjian dengan pihak calon penyedia dari PT BRN dengan tujuan memenangkan PT BRN dalam Lelang PLTU 1 Kalbar.
Kemudian dalam pelaksanaan lelang tersebut, diketahui bahwa Panitia Pengadaan perusahaan listrik pemerintah telah meloloskan dan memenangkan KSO BRN – Alton – OJSC, meskipun tidak memenuhi syarat administrasi dan teknis. Juga ada dugaan kuat bahwa Perusahaan Alton dan OJSC tidak pernah tergabung dalam KSO yang dibentuk dan dikepalai PT BRN.
BACA JUGA:PLTU Labuhan Angin Terbakar Hebat Disertai Ledakan, PLN Pastikan Kondisi Aman
Beralih ke 2009, sebelum dilaksanakannya tanda tangan kontrak. KSO BRN justru mengalihkan pekerjaan kepada PT PI, termasuk penguasaan terhadap rekening KSO BRN, dengan kesepakatan pemberian imbalan (fee) kepada pihak PT BRN.
11 Juni 2009, tanda tangan kontrak terjadi. Pihak perusahaan listrik pemerintah belum mendapatkan pendanaan dan mengetahui KSO BRN belum melengkapi persyaratan. Bahwa sampai berakhirnya waktu kontrak pada 28 Februari 2012, KSO BRN maupun PT PI baru menyelesaikan 57 persen pekerjaan.
Bahkan sampai amandemen kontrak ke-10 yang berakhir pada 31 Desember 2018, KSO BRN maupun PT PI tidak mampu menyelesaikan pekerjaan, atau hanya mencapai 85,56 persen. Dengan alasan ketidakmampuan keuangan.
Namun diduga ada aliran atau transaksi keuangan dari rekening KSO BRN (yang berasal dari pembayaran proyek) ke para tersangka dan pihak lainnya secara tidak sah. Kortas Tipidkor terus mengembangkan kasus tersebut untuk menjerat pelaku lainnya.
BACA JUGA:Luhut Paparkan Langkah Pemerintah Atasi Polusi, Pengurangan PLTU dan Bentuk Satgas Khusus