Tak berhenti di situ, mereka juga memaksa Rama menghapus rekaman video, merampas ponselnya, dan bahkan mengancam akan membanting perangkat tersebut.
Akibatnya, Rama mengalami luka fisik di beberapa bagian tubuh: bibir atas robek, pelipis kanan baret, kepala benjol, serta memar di punggung dan tangan.
Didampingi KAJ Jatim, Rama sempat melapor ke Polda Jawa Timur pada 25 Maret 2025 setelah laporannya ke Polrestabes Surabaya ditolak.
Laporan tersebut teregister dengan nomor LP/B/438/III/2025/SPKT/Polda Jawa Timur. Namun, perkara kemudian justru dilimpahkan kembali ke Polrestabes Surabaya, yang kini dinilai tidak menindaklanjutinya.
BACA JUGA:Kronologi Pencabutan ID Pers Jurnalis CNN Pasca Lontarkan Pertanyaan Soal MBG ke Prabowo
BACA JUGA:Media Jurnalistik Berguguran di Negara Demokrasi
KAJ Jatim menilai pelimpahan tersebut sebagai langkah mundur dalam penegakan hukum. Mereka menekankan bahwa kekerasan terhadap jurnalis bukan hanya pelanggaran pidana, tetapi juga ancaman terhadap kebebasan pers dan hak publik untuk mendapatkan informasi.
Mereka pun menyerukan agar Polda Jatim turun tangan langsung, memastikan proses hukum berjalan objektif, dan tidak ada intervensi dari institusi mana pun.
“Kami ingin kasus ini menjadi pelajaran, bahwa aparat negara tidak kebal hukum,” kata Salawati menutup konferensi pers. (*)