Intinya, di sana koruptor yang tertangkap dianggap sial (mungkin, karena sangat banyak koruptor tidak ditangkap). Jika ada koruptor sampai diadili dan divonis hukuman penjara, mereka bisa dibebaskan penguasa negara.
Pernyataan Menteri Purbaya di atas tidak cocok dengan kasus korupsi pejabat tinggi Direktorat Jenderal Pajak Rafael Alun Trisambodo yang kini menjalani hukuman penjara.
Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat mengadili terdakwa korupsi Rafael.
Senin, 8 Januari 2024, hakim menyatakan, Rafael terbukti menerima gratifikasi Rp10 miliar lewat PT ARME. Hakim juga menyatakan, Rafael terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Rafael menyamarkan hasil korupsinya.
Rafael divonis 14 tahun penjara dan denda Rp500 juta. Lalu, ia naik banding. Hasilnya, hakim Pengadilan Tinggi Jakarta menolak banding itu. Rafael tetap dihukum sesuai putusan Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat. Kini ia menjalani hukuman.
Jadi, tidak semua koruptor di sektor pajak dan bea cukai dilindungi pihak kementerian yang menaunginya. Hal itu tidak cocok dengan kesimpulan Purbaya di atas.
Namun, kasus Rafael cocok dengan naskah The Guardian di Nigeria bahwa pejabat tinggi negara korup dihukum karena mereka sial. Rafael diadili dan dihukum gegara anaknya, Mario Dandy Satriyo, menganiaya David Ozora. Coba, seandainya tidak ada kasus Mario? (*)