Pansus sudah menyepakati bahwa developer wajib menyediakan minimal satu persen area tampung air dari total lahan. Angka itu masih akan disesuaikan oleh Dinas Sumber Daya Air dan Bina Marga (DSDABM). "Kami ingin pastikan seluruh pembangunan baru tidak menambah beban saluran kota," tegas Aning.
Sementara di lapangan, Camat Sawahan, Amiril Hidayat, menyambut positif keberadaan raperda itu sebagai payung hukum yang sistematis. Terutama bagi upaya pengendalian banjir berbasis kawasan.
"Kalau saya berpikiran positif, semoga (raperda, red) dapat membantu. Selain ini, raperda banjir jadi payung hukum salah satu program tindakan yang merencanakan pembangunan saluran yang terkoneksi berdasarkan tata ruang yang ada," katanya.
Amiril menambahkan, Kecamatan Sawahan sudah aktif melakukan berbagai langkah antisipasi. Misalnya, pembentukan Satgas Banyu Mili yang membersihkan saluran setiap hari, piket pemantauan saat hujan tinggi, melibatkan Bina Warga, Dinas Lingkungan Hidup, dan Pemadam Kebakaran.
"Kami di kecamatan siap menunggu raperda itu. Karena ke depan, ini jadi prioritas di lingkungan tertentu," tegas Amiril.
Maka, ketika raperda itu rampung, Surabaya akan memiliki kerangka hukum yang kuat untuk mengintegrasikan pembangunan fisik, tata ruang, dan partisipasi warga dalam pengendalian banjir. (*)