Pesawat C-212 Aviocar dikerahkan untuk berpatroli di antara awan. Misi mereka unik, yaitu menaburkan garam atau bahan semai ke dalam awan hujan potensial agar hujan turun lebih awal di laut atau hutan kosong sebelum mencapai wilayah permukiman yang sudah banjir.
Itu adalah upaya preventif sains untuk mengurangi volume air yang jatuh ke bumi, sebuah strategi cerdas untuk memitigasi dampak bencana hidrometeorologi basah yang kian ekstrem akibat perubahan iklim.
Pilot pesawat TMC harus terbang masuk ke awan berguncang untuk memastikan penyemaian akurat. Sebuah tugas yang menuntut nyali dan presisi tinggi.
Semua operasi itu menunjukkan satu fakta tak terbantahkan bahwa alat utama sistem senjata (alutsista) yang dibeli dengan uang rakyat kembali melayani rakyat di saat paling kritis. Helikopter Caracal yang canggih, pesawat CN-295 yang tangguh, hingga helikopter Panther yang lincah, semuanya menjadi aset nasional yang nilainya tak terhingga saat bencana melanda.
Namun, di balik kecanggihan mesin, faktor manusia tetaplah yang utama. Profesionalisme, empati, dan keberanian para prajurit penerbang TNI-AD, AL, dan AU adalah kunci keberhasilan operasi itu. Mereka rela meninggalkan keluarga sendiri demi menyelamatkan keluarga orang lain di daerah bencana.
Sebagai bangsa yang hidup di atas cincin api, kerentanan terhadap bencana adalah keniscayaan. Namun, memiliki angkatan bersenjata yang siap sedia dengan kemampuan mobilitas udara yang mumpuni adalah sebuah keunggulan strategis.
Sinergi yang ditunjukkan ketiga matra TNI dalam bencana akhir tahun 2025 ini memberikan rasa aman bagi masyarakat. Kita melihat bahwa TNI hadir bukan hanya sebagai penjaga kedaulatan wilayah, melainkan juga sebagai penjaga keselamatan bangsa.
Sayap-sayap pelindung itu nyata terbentang dari Sabang sampai Merauke, siap menembus badai apa pun demi memastikan rakyat Indonesia tidak berjuang sendirian.
Itu adalah wujud nyata dari kemanunggalan TNI dengan rakyat. Sebuah ikatan yang makin erat justru di saat masa-masa tersulit melanda negeri ini.
Investasi dalam pertahanan udara bukan semata-mata untuk persiapan perang. Memperkuat armada angkut militer, helikopter, SAR, dan kemampuan medis udara adalah investasi langsung untuk ketahanan bencana nasional.
Ke depan integrasi dan latihan gabungan penanggulangan bencana antarmatra harus terus ditingkatkan lantaran tren bencana alam yang diprediksi makin kompleks.
Bagi para korban di Flores, Sumatera, dan Jawa, deru mesin pesawat TNI bukan sekadar suara bising, melainkan irama kehidupan yang membawa pesan bahwa negara hadir dan pertolongan telah tiba.
Para penerbang itu adalah pahlawan tanpa tanda jasa yang bekerja dalam sunyi di ketinggian. Ketika kita tidur nyenyak, mereka mungkin sedang bertarung melawan turbulensi di tengah malam buta demi mengantar obat-obatan.
Dedikasi mereka mengajarkan kita arti pengabdian tanpa batas. Sayap-sayap besi mereka adalah perpanjangan tangan Tuhan yang menyelamatkan dan melindungi. Semoga darma bakti mereka menjadi inspirasi bagi kita semua untuk terus bersatu dan saling membantu dalam menghadapi segala cobaan yang menimpa ibu pertiwi.
Indonesia kuat karena kita punya pelindung yang tangguh di darat laut dan udara. (*)
*) Reza Hasyim Zakarian Syah adalah Mahasiswa pascasarjana hubungan internasional, Universitas Airlangga.