Mengenal Entrepreneurs' Organization (12): Frenky Pilih Tidak Bossy
FRENKY Yulianto di kantor istrinya di Surabaya. Ia bergabung dengan EO sejak 2020.-Julian Romadhon-Harian Disway-
Cita-cita Frenky Yulianto awalnya berbisnis emas. Kenyataannya, anggota Entrepreneurs' Organization Chapter Indonesia East itu malah menjadi bos perusahaan ekspedisi sukses. Tentu ini juga capaian emas.
Frenky Yulianto lulus kuliah jurusan manajemen Universitas Kristen Petra pada 2009. Ia langsung merantau ke Jakarta. Kerja di salah satu toko emas milik keluarga. Namun, hanya berlangsung selama 4 tahun. Pada 2013, Frenky pulang ke Surabaya. Batal membuka toko emas di ibu kota.
”Karena saya saat itu pulang untuk menikah. Istri kan orang Surabaya. Nggak mau diajak ke Jakarta,” ujarnya saat ditemui di kantor istrinya di Jalan Basuki Rahmat, Surabaya. Ia pun lantas bekerja di CV Mentari Bumi Persada Transport. Perusahaan ekspedisi jasa pengiriman barang milik ayahnya.
BACA JUGA:Mengenal Entrepreneurs' Organization (11): Frenky Yulianto Terapkan Nilai-Nilai EO di Perusahaan
Pada 2010, aturan pemerintah mengharuskan perusahaan itu beralih status ke PT. Butuh waktu lima tahun untuk mengurusnya. Dan baru pada 2015 resmi menjadi PT Mentari Bumi Persada Transport (MBPT).
Sejak itulah, Frenky mulai termotivasi untuk mengembangkan perusahaan. Ia mencari problem-problem yang menghambat kemajuan perusahaan. Problem itu pun ditemukan dari segi manajemen hingga operasional.
”Sampai 2014 saya masih belajar. Tapi, setahun setelah ganti PT, saya benar-benar nyemplung. Feel-nya baru dapat saat itu,” imbuhnya. Terobosan-terobosan kecil pun mulai diciptakan. Frenky mulai sering membuntuti para sopirnya yang sedang bertugas.
Baik saat kirim luar kota maupun luar provinsi. Dari situ, ia menemukan beberapa masalah yang menyebabkan perusahaan tak berjalan secara efisien. Misalnya, terlalu ada jarak antara para sopir, manajemen, dan tim mekanik.
Frenky Yulianto bersama member EO Chapter Indonesia East saat retreat di Banyuwangi.-Dokumentasi Pribadi-
Ada rasa saling tidak percaya di antara mereka. Sehingga problem yang tidak perlu muncul pun akhirnya sering terjadi. Tentu, Frenky tak tinggal diam.
Ia ikut turun tangan. Frenky mulai mencoba melakukan pendekatan dengan para sopir secara personal. ”Saya sering main ke bengkel. Saya deketin dari sisi emosionalnya juga. Biar di antara kami saling klop,” katanya.
Usaha itu tak sia-sia. Dari 200 sopir, setidaknya sekitar 150 orang yang karakternya sudah berhasil dikenal. Komunikasi yang terjalin pun sehat. Rasa saling percaya mulai menguat.
Frenky tak terlalu menerapkan komunikasi yang top-down. Ia enggan bergaya bossy terhadap para karyawannya. Itu dibuktikan sendiri ketika ada seorang sopir yang menabrak pengendara lain.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: