Solusi Surat Ijo Ala Kementerian ATR/BPN, Sekjen KPSIS Belum Setuju

Solusi Surat Ijo Ala Kementerian ATR/BPN, Sekjen KPSIS Belum Setuju

Pejuang KPSIS menuju Balai Kota Surabaya untuk menuntut penghapusan sistem retribusi izin pemakaian tanah (IPT) atau surat ijo.-Eko Suswantoro/Harian Disway-

SURABAYA, HARIAN DISWAY - Tanah surat ijo di Surabaya bisa jadi hak guna bangunan (HGB) di atas Hak Pengelolaan atas Tanah (HPL). Solusi untuk penyelesaian salah satu konflik agraria terbesar di Indonesia itu disampaikan Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi, Minggu 24 Juli lalu.

Opsi tersebut muncul setelah Eri bertemu dengan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Hadi Tjahjanto.  

"Kementerian sudah menyampaikan bahwa (Surat Ijo) merupakan Sertifikat HGB di atas HPL," kata Eri seperti dikutip dari tribunnews.

Kementerian menegaskan bahwa lahan Surat Ijo masih jadi aset Pemkot. Konsekuensinya, keluarga yang tinggal di 47,6 ribu persil surat ijo harus membayar retribusi ke Pemkot Surabaya.

Biaya yang dibayarkan akan lebih ringan. Masyarakat juga tidak perlu membayar iuran ganda: pajak bumi dan bangunan (PBB) dan retribusi surat ijo atau izin pemakaian tanah (IPT). 


Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi di ruang kerjanya.-Humas Pemkot Surabaya-

"Kalau yang sekarang kan ada retribusi (izin pemakaian tanah IPT), ada PBB. Nah, kalau tanah aset, maka seharusnya tidak double seperti itu," kata Eri.

Eri sempat secara khusus mengusulkan kepada Pemerintah Pusat agar warga bisa membayar satu di antaranya saja. "Itu yang saya sampaikan kepada Pak Menteri dan Alhamdulillah sudah dirapatkan dengan jajaran terkait," lanut mantan kepala Badan Perencanaan Pembangunan Kota (Bappeko) Surabaya itu.

Retribusi HGB dibayar dalam kurun waktu 25-30 tahun. Nilainya Rp 50 ribu per persil. Setelah durasi habis, maka pembayaran dilanjutkan dengan PBB saja.  "(Retribusi sebesar Rp50 ribu) menjadi ikatan bahwa itu aset negara. Itu dibayarkan pertahun untuk rumah tinggal selama sekitar 25-30 tahun. Setelah itu, baru bayar PBB," katanya.

Status tanah bisa ditingkatkan menjadi hak milik (HM). Tanah negara bisa jadi tanah perorangan.

Bagaimana prosesnya?  Aset bisa dilepaskan melalui proses hibah. Namun, pemkot menghibahkan ke instansi lain, buka ke perorangan. Mekanisme berikutnya bisa diubah ke sistem sewa.

Masyarakat juga bisa mendapat hak milik dengan membelinya sesuai dengan harga pasar.

"Mekanismenya bisa juga dilepas sesuai harga pasar atau appraisal," lanjut alumni Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya (ITS) ini.

Rekomendasi dari pemerintah pusat bakal segera diterbitkan. "Kami targetkan tahun ini. Ini tinggal nunggu suratnya (dari kementerian) saja," tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: