Menafsirkan Visual Melalui Audio

Menafsirkan Visual Melalui Audio

Seorang tunanetra yang mengapresiasi gambar dengan sentuhan jemarinya dan seorang lagi pendamping yang menjelaskan detail demi detail tiap karya yang disajikan pada pameran tersebut.--

Salah satu metode penalaran seni itu bisa dengan menggunakan metode dari Erwin Panofsky. Saya menulisnya dari studi dalam sebuah pameran tunggal seni rupa Miko Jatmiko di Studio Kalahan, Yogyakarta.

Awalnya penafsiran karya seni sebagai perwujudan bentuk yang membawa makna dasar, berkembang sebagai simbol dan sejarah sosial dan budaya. Jika pencarian makna melalui simbol terlalu mengintelektualisasikan penafsiran dan memproyeksikan tanda-tanda yang belum jelas pada karya, akibatnya hanya berupa penguraian belaka.

Hal ini menimbulkan sebuah penerimaan imajinatif yang mengaburkan batas antara respons objektif dan subjektif. Respons objektif tentang penalaran karya seni. Sedangkan subjektif tentang intuisi dan rasa.

Salah satu metode penalaran seni itu menggunakan metode dari Erwin Panofsky, yang menggunakan tiga tahapan: Pertama ’deskripsi pra-ikonografi’ adalah fakta mengenali objek, warna, dan bentuk yang digambarkan secara apa adanya. Uraian ini adalah pengetahuan dasar dan menginformasikan tentang dunia di sekitar kita. 

Kedua ‘analisis ikonografis’ memahami melalui konteks. Analisis ini berkaitan dengan tradisi budaya pada masyarakat, latar belakang, dan bagaimana menggambarkan konsep dan tema spesifik dalam seni, dan pengetahuan sumber literatur. 

Tahap ketiga disebut ‘ikonologi’ atau ‘sintesis ikonografis’, terdiri dari pemahaman gambar tentang sejarah sosial dan budaya. Ini tidak berkaitan dengan niat awal penciptaan karya oleh seniman. Hal ini membutuhkan ‘intuisi sintetik’ pada penonton, berupa pemahaman yang lebih dalam tentang psikologi dan kecenderungan pikiran manusia. 

Merujuk pada metode Panofsky tersebut, yang sebenarnya untuk menuliskan tentang kesejarahan sebuah artefak. Saya rasa, ini bisa digunakan untuk menghantarkan sebuah karya seni untuk ditafsir oleh khalayak. Khususnya awam.

Terutama pada tahap pertama yang menguraikan karya seni berupa elemen-elemen pembentuknya. Pertimbangannya, khalayak terdiri dari beragam lapisan: awam, yang tak pernah sama sekali berkaitan dengan karya dan penciptaan seni. 

Penikmat, pernah mengapresiasi karya seni, tapi tak berkaitan langsung dengan penciptaan karya. Otodidak dan akademis, berkaitan secara langsung dengan penciptaan seni. Pada tahap yang lebih khusus adalah para pencari makna pada sebuah karya seni.

Tulisan ini ditujukan pada lapisan yang pertama, yaitu awam yang belum pernah bersentuhan dengan karya dan proses penciptaannya. Bagaimana agar mereka dapat mengapresiasi sebuah karya seni? Saya rasa dengan menggunakan metode pertama dari Panofsky tersebut sebagai sebuah jembatan yang menghantarkan apresian pada karya seni.


Dua orang apresian sedang menikmati karya. Seorang tunanetra yang mengapresiasi gambar dengan sentuhan jemarinya. Seorang lagi pendamping yang menjelaskan detail demi detail tiap karya.

Hal ini dipicu oleh peristiwa pada 25 Juli 2022 pada pameran tunggal seni rupa Miko Jatmiko di Studio Kalahan milik perupa Heri Dono. Saya sempat tertegun lama ketika menyaksikan dua orang apresian sedang menikmati karya yang dipamerkan. 

Seorang tunanetra yang mengapresiasi gambar dengan sentuhan jemarinya. Seorang lagi pendamping yang menjelaskan detail demi detail tiap karya yang disajikan.

Saya mengikutinya dari belakang. Mencoba mendengarkan apa yang diuraikan oleh pendamping pada apresian khusus ini. Dia menguraikan secara nyata tiap elemen-elemen pembentuk karya. Tanpa ditambahi simbol. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: