Tragedi Kanjuruhan dan Bonek Pemilik Persebaya

Tragedi Kanjuruhan dan Bonek Pemilik Persebaya

-Ilustrasi: Reza Alfian Maulana-Harian Disway-

Karena itu, kurang adil hanya menimpakan problem masa depan Persebaya hanya kepada Azrul Ananda. Seharusnya para pemilik sebenarnya PT Persebaya Indonesia (PI) itulah yang harus bertanggung jawab. Masa depan Persebaya ada di tangan mereka. Bukan di tangan Azrul.

Dalam situasi demikian, menarik jika Bonek atau suporter fanatik Persebaya mengambil alih kepemilikan. Seperti klub-klub bola di Jerman. Yang saham mayoritas klub menjadi milik suporternya. 

Lantas, bagaimana Bonek bisa menjadi pemilik klub? Ya, dengan cara membeli saham mayoritas di PT PI. Lantas, dari mana duitnya? Itulah yang ingin saya usulkan. 

Saya tak tahu persis berapa modal dasar atau modal ditempatkan di PT PI sekarang. Berapa pula modal yang disetor para pemilik saham. Mereka yang selama ini mengaku pemilik tak bisa disebut pemilik jika belum menyetorkan modal. Itu aturan UU Perseroan Terbatas. Kecuali pemegang saham goodwill.

Katakanlah, saat mendirikan PT PI, modal dasarnya Rp 50 miliar. Maka, sesuai dengan aturan, modal yang harus disetor 25 persen atau setara Rp 12,5 miliar. Jika ingin menguasai 50 persen saham, cukup sediakan setoran modal 50 persen dari modal disetor atau Rp 6,25 miliar.

Jika ingin menjadi pemegang saham mayoritas, Bonek harus menyetor Rp 6,25 miliar plus nilai satu lembar saham. Atau lebih dari itu juga dibolehkan. Misalnya, membeli 70 persen saham PI yang di PT DBL atau senilai Rp 8,75 miliar.

Ah…bagaimana Bonek mendapatkan duit sebesar itu? Bonek secara bersama-sama bisa membikin PT Suporter Persebaya Indonesia (SPI) atau PT Bonek Suporter Persebaya (BSP). PT tersebut menjadi PT terbuka tanpa melantai di Bursa Saham Indonesia.

Bisakah? Bisa.

Di Indonesia sudah ada contoh PT terbuka tanpa melantai di bursa. Apa itu? Bank Muamalat dan PT Golf Indonesia. Dua perusahaan tersebut menjadi perusahaan terbuka karena banyak perseorangan menjadi pemegang sahamnya. Hanya belum listed di bursa.

PT itu harus dikelola para profesional. Jika per saham dinilai Rp 100 ribu, perlu 87.500 Bonek untuk menjadi pemilik. Tentu karena sudah banyak Bonek kaya, dibolehkan seorang suporter memiliki 100 lembar saham. Atau dengan minimal 1 lembar saham dan maksimal 500 lembar saham.

Rasanya, dengan struktur sosial-ekonomi Bonek saat ini, cukup 10 ribu orang menjadi pendiri PT perusahaan pemilik Persebaya. Kalau selama ini ada 4 tribun kelompok Bonek, masing-masing kelompok hanya perlu memobilisasi 2.500 orang pembeli saham.

Simulasi atau hitung-hitungan saham di atas belum tentu persis seperti praktik di lapangan. Dengan kondisi sekarang, nilai saham Persebaya bisa lebih rendah dari itu. Apalagi, Bonek selama ini sangat berjasa terhadap eksistensi klub itu. Yang seharusnya bisa ikut menikmati hasil perjuangannya.

Dengan memiliki saham mayoritas, Bonek akan punya hak suara yang dominan. Yang kepentingannya bisa jadi keputusan rapat umum pemegang saham (RUPS). Bahkan, bisa menentukan pengurus PT PI yang struktur kepemilikannya saat ini tidak jelas. 

Tentu dengan menjadi pemilik saham, tidak berarti Bonek hanya punya hak dividen (keuntungan yang dibagi). Tapi, juga berkewajiban menanggung jika perusahaan rugi. Tidak seperti pemegang saham Persebaya selama ini. Yang hanya mau untung, tidak mau ikut rugi.

Menurut saya, gagasan itu bukan utopia. Dulu, almarhum Wastomi, ketua Yayasan Suporter Surabaya (YSS), sempat antusias dengan gagasan kepemilikan saham Bonek. Itu setelah ia paham dengan konsep yang pernah saya tawarkan ketika akan mendirikan PT Persebaya pasca APBD tak boleh dipakai untuk membiayai klub profesional.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: