Tragedi Kanjuruhan dan Bonek Pemilik Persebaya

Tragedi Kanjuruhan dan Bonek Pemilik Persebaya

-Ilustrasi: Reza Alfian Maulana-Harian Disway-

TRAGEDI Kanjuruhan yang menewaskan 130 Aremania –data resmi– sungguh membuat kita semua berduka. Namun, di balik itu, ada banyak pelajaran yang harus kita petik untuk perbaikan ke depan. 

Harus diakui, salah satu penyebab terjadinya tragedi tersebut adalah fanatisme suporter terhadap klub yang didukungnya. Tentu ditambah tata kelola penyelenggaraan pertandingan dan pengamanan yang jauh dari sempurna. Bahkan, bisa dibilang lemah. 

Dua hal tersebut harus menjadi perhatian dalam membangun ekosistem sepak bola Indonesia dalam jangka panjang. Apalagi, ketika kita harus mengikuti arus besar untuk menjadikan bola sebagai bagian dari industri olahraga.

Profesionalitas, akuntabilitas, dan sportivitas masih perlu dikembangkan untuk membangun ekosistem industri sepak bola di Indonesia. Mulai federasi, klub-klub profesional, sekolah atlet, hingga kelompok-kelompok suporter bola.

Terkait dengan suporter bola, tampaknya perlu dipikirkan bagaimana merasionalisasikan fanatisme mereka terhadap klubnya? Bisakah fanatisme tersebut ditransformasikan dalam bentuk kepemilikan untuk menumbuhkan sense of belonging terhadap klub yang didukungnya.

Rasanya akan beda jika seorang suporter hanya menjadi fandom tanpa ikut memiliki klubnya. Kepemilikan akan bisa mendorong tanggung jawab terhadap keberlanjutan hidup klub. Karena itu pula, bisa mendorong suporter untuk bersikap sportif, siap menang dan siap kalah. 

 

BELAJAR DARI PERSEBAYA

Sebelum tragedi Kanjuruhan, Persebaya yang menjadi rival abadi Arema juga menghadapi fanatisme berlebihan dari sebagian Bonek. Itukah yang kemudian memicu aksi perusakan saat klub yang didukungnya kalah dalam laga kandang melawan RANS Nusantara di Stadion Delta, Sidoarjo, beberapa waktu lalu.

Peristiwa tersebut sempat memicu keputusan mundur Presiden Persebaya Azrul Ananda. Nah, pasca pernyataan mundurnya, muncul wacana tentang kepemilikan Persebaya. Sebab, terungkap persoalan kepemilikan klub kesayangan warga Surabaya itu. 

Dari sana, muncullah usulan kepemilikan Persebaya oleh Bonek. Bisakah Bonek menjadi pemilik Persebaya? Kenapa tidak. Banyak klub di Eropa yang sahamnya dimiliki suporternya. Di Indonesia pun mulai ada klub bola yang go public.

Seperti diketahui, pasca pernyataan mundurnya Azrul, terungkap bahwa saham PT Persebaya Indonesia (PI) yang menaungi Bajol Ijo akan dikembalikan kepada Koperasi Surya Abadi. Koperasi itu beranggota 20 klub dari 30 klub internal yang punya sejarah dengan Persebaya. 

Juga, terungkap bahwa semula PT Persebaya Indonesia dimiliki dua nama perseorangan. Ketika mengakuisisi Persebaya, dengan membayar Rp 7,5 miliar, Azrul melalui PT DBL ternyata hanya punya hak kelola meski disebut memiliki 70 persen saham.

Jika itu benar, Persebaya tergolong perusahaan unik. Meski Persebaya tidak memiliki aset, pemilik saham mayoritas tidak punya hak khusus adalah aneh. Kecuali, PT DBL dari awal memang hanya menjadi perusahaan manajemen operasional. Kalau seperti itu, siapa sebenarnya pemilik Persebaya?

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: