Mijn Roots Mencari Orang Tua Kandung: Semua Dirawat seperti Anak Sendiri (67)

Mijn Roots Mencari Orang Tua Kandung: Semua Dirawat seperti Anak Sendiri (67)

Kakak Meilany, Harrie Martens yang juga anak adopsi dari Indonesia menderita meningitis. Orang tua angkat mereka merawat 3 anak adopsinya dengan penuh kasih sayang.-Dok Meilany-

 

Toon dan Ine Martens mengadopsi tiga anak ke Belanda. Dua dari Indonesia dan satu dari Tiongkok. Kehidupan mereka berubah ketika kakak Meilany sakit-sakitan. Semua ikut merasakan sakitnya. 

Meilany terbang ke Belanda pada 1983. Tiga tahun sebelumnya, pasangan Toon dan Ine Martens sudah mengadopsi bayi laki-laki dari Jakarta. Tak lama kemudian, anak adopsi ketiga datang dari Tiongkok.

Semua anak adopsi itu hidup rukun dan bahagia. Orang tua angkat mereka sangat penyayang. Mereka dirawat seperti anak sendiri.

Namun, kehidupan ideal itu berubah drastis ketika kakak pertama sakit. Tubuhnya kurus. Ia kurang makan dan terlihat sangat lesu. ”But our parents wanted to take care of him very much (Tetapi orang tua kami berusaha sekuat tenaga merawatnya, Red),” ujar Meilany.


Ine dan Toon Martens, orang tua angkat Meilany yang sangat merawat anak-anak adopsinya.-Dok Meilany-

Ia menempuh pendidikan di sekolah luar biasa. Tak bisa ke sekolah reguler. Cobaan tersebut tentu begitu berat. Namun, mereka tetap konsekuen dengan keputusan mengadopsi anak itu.

Saat berusia 7 tahun, ia mengeluhkan sakit kepala yang begitu parah. Keluarga tak tahu ia sakit apa. Ia segera dilarikan ke rumah sakit.

Dokter merawatnya dengan diagnosis epilepsi. Ia sering kejang. Sayangnya, sakit yang dideritanya bukan epilepsi. 

Sang kakak ternyata terserang virus meningitis. Terjadi radang selaput otak dan sumsum tulang belakang karena infeksi. ”He had meningitis and they found out too late (Ia terkena meningitis dan mereka terlambat mendeteksinya, Red),” lanjut perempuan 39 tahun itu.

Kakaknyi tak bisa beraktivitas layaknya anak normal. Ia lebih banyak berbaring di RS. Butuh perawatan intensif 24 jam.

Hari-hari terasa begitu melelahkan bagi orang tuanyi. Meilany yang masih kecil masih ingat bagaimana repotnya keluarga mereka. ”They always did what they could do to help him to live his life with us all (Mereka selalu merawatnya sekuat tenaga untuk membuatnya tetap hidup bersama kami, Red),” kenang Meilany.

Karena itulah, Meilany begitu kagum dengan orang tua angkatnyi. Tak ada pilih kasih. Semua anak mendapatkan perhatian yang sama.


Sosok Meilany yang murah senyum. Selama 39 tahun ia hidup di Belanda dan terpisah dari keluarga kandungnyi di Pasuruan.-Dok Meilany-

Hari-hari terasa begitu berat bagi semua orang. Sang ayah harus kerja pontang-panting. Sedangkan sang ibu banyak ke rumah sakit di berbagai kota untuk mencari kesembuhan sang buah hati.

Mereka menyewa seseorang untuk menjaga Meilany dan adiknyi. Terkadang sang ibu belum kembali ke rumah ketika Meilany pulang sekolah. 

Kondisi sang kakak makin parah. Kata dokter, ia harus dirawat lebih lama lagi di RS. Namun, keluarga memutuskan untuk memulangkannya.

Di RS ia tak bisa ke mana-mana dan tak bertemu siapa-siapa. Mereka pun harus menyesuaikan kehidupan baru dengan kakaknyi sehingga ia bisa merasakan hidup bersama keluarga secara utuh.

Meilany beruntung diadopsi di keluarga yang tepat. Karena itulah, dia merasa bahwa Toon dan Ine Martens sudah seperti orang tua kandungnyi.

Kendati begitu, rasa ingin tahu tentang orang tua kandung selalu muncul. Tahun ini Meilany memulai misi pencarian. Apakah itu perjalanan pertamanyi? ternyata tidak. (*)

 

Ke Indonesia di Usia 11 Tahun. BACA BESOK!



Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: