Series Jejak Naga Utara Jawa (33) : Bekas Istal yang Rupawan

Series Jejak Naga Utara Jawa (33) : Bekas Istal yang Rupawan

Fasad Roemah Oei, Lasem, yang terlihat cantik saat senja.-Retna Christa-Harian Disway-

Lasem menyimpan begitu banyak hotel dari masa silam. Selain Rumah Merah, Roemah Oei juga bisa jadi opsi penginapan yang menarik. Bangunannya berusia dua abad. Tapi kita bisa memilih. Mau tidur di kamar yang kuno beneran, atau di ruangan modern yang didesain seperti lawas. 

HARUS diakui. Kami, anggota ekspedisi Jejak Naga Utara Jawa, semuanya jireh. Alias penakut. Gedung-gedung tua, perabot-perabot berusia ratusan tahun, sudah pasti bikin kami halu sendiri. Membayangkan yang tidak-tidak. 

Namun, ketika kali pertama meriset Roemah Oei, kami tertantang. Ada sebuah artikel disertai foto yang menunjukkan sebuah kamar yang desainnya kuno banget. Yang ubinnya berwarna terakota lusuh. Dan dipannya dari besi. Dengan kasur kapuk bersprei cokelat muda polos. Mengapit sebuah meja tulis lawas di bawah jendela. Mirip kamar simbah-simbah buyut kita dulu. 

Foto kamar itu saja sudah bikin merinding. Namun, sekaligus memiliki daya pikat magis yang sulit dijelaskan. Sensasi menginap di rumah berusia dua abad, dengan furnitur yang masih asli, sungguh mengundang jiwa penasaran kami. 

’’Oke, kita menginap di sini. Tapi berempat tidur di satu kamar. Enggak boleh curang,’’ tuntut Retna Christa, satu-satunya anggota perempuan yang paling penakut. Untung, anggota yang lain juga ngeper. Usul dia dengan cepat disetujui.
 

Sayang, niatan itu kandas. Karena Roemah Oei—saat kami berkunjung ke Lasem, pada 17 dan 18 Januari 2023—belum tersedia di layanan agen travel online. Kalau sekarang sih, Roemah Oei bisa ditemukan di Airbnb dan Traveloka. Kami curiga, itu setelah kami bertemu dengan sang owner, Grace Widjaja di Semarang, lalu wadul kepada dia. 

Tapi tidak apa-apa. Meski gagal menginap, kami masih berkesempatan mengunjungi Rumah Oei. Seperti halnya Rumah Merah, rumah tersebut terbuka untuk wisatawan. Karena sekaligus berfungsi sebagai museum serta kafe.  

So, datanglah kami ke Roemah Oei, Rabu sore, 18 Januari 2023. Cuaca cerah ketika kami tiba di rumah yang beralamat di Jalan Jatirogo 10 tersebut. Dari luar, bangunan rumah ini memang sudah terlihat istimewa. Catnya putih, memanjang dari utara ke selatan. 

Alih-alih berbentuk gedung besar, kompleks bangunannya lebih mirip seperti benteng. Sebutannya siheyuan. Jadi ada lapangan luas di tengah-tengah, dikelilingi bangunan di keempat sisinya. 

Nah, bangunan yang menghadap ke jalan, memiliki semacam pintu gerbang yang cantik sekali. Bubungan atapnya berbentuk ekor walet, dilengkapi dua layer kanopi. Fasadnya begitu elegan dengan paduan cat putih, dan pintu serta jendela kayu yang dipelitur cokelat tua. Di atas pintu, terdapat papan nama dalam aksara Mandarin dan Latin: Roemah Oei. Aksara Mandarin itu sendiri berbunyi Huang. Itulah penyebutan marga Oei dalam bahasa resmi Tiongkok tersebut. Sehingga, dalam bahasa Inggris, seperti tertera pada semacam lambang di situ, Roemah Oei disebut sebagai House of Huang.

Karena naik mobil, kami langsung masuk melalui pintu samping. Tidak melewati gerbang cantik itu. Kami langsung diarahkan parkir di lapangan tengah yang luas. Maka, tampaklah kemegahan siheyuan asli Lasem yang selesai dibangun pada 1818 tersebut. 

Di balik gerbang yang menghadap ke jalan tadi, ada semacam teras mungil memanjang. Semi outdoor. Itu difungsikan untuk kafe. Menu andalannya kopi lelet khas Lasem. 

Nah, di belakang gerbang, terdapat bangunan rumah utama. Merupakan rumah asli peninggalan seorang pengusaha tapioka bernama Oei Am. Bangunan itu—yang disebut sebagai Omah Gede—kini difungsikan sebagai museum. 
 

Kamar kuno di Roemah Oei Lasem yang sempat membuat grogi tim ekspedisi Jejak Naga Utara Jawa ketika mencari penginapan.-Retna Christa-Harian Disway-

Di seberang Omah Gede, di sisi belakang ’’benteng’’ ada bangunan dua lantai bergaya kolonial dengan aksen Tionghoa. Diberi nama Wisma Pamilie. Nah, di sisi kanan-kiri, terdapat semacam paviliun dengan kamar-kamar beraneka ukuran. Penginapan. 

’’Ini kan awalnya museum saja. Museum keluarga, tidak dibuka untuk umum,’’ ungkap Himawan Winata, pengelola Roemah Oei. ’’Nah, untuk pembiayaannya, diambilkan dari penginapan,’’ lanjutnya. Himawan adalah generasi ketujuh dari marga Oei yang datang di Lasem. Masih terhitung sepupu bagi Grace Widjaja, pemilik Roemah Oei sekarang. 

Museum sudah berdiri sejak 2016. Penginapan yang di sisi kanan dan kiri Omah Gede, selesai pada 2017. Sedangkan bangunan Wisma Pamilie, menyusul tuntas pada 2018. ’’Moyang saya dulu punya usaha pedati. Apa ya istilahnya… Cikar. Jadi belakangnya rumah utama itu semacam istal sapi,’’ kata Himawan, sembari menunjuk halaman luas di bagian tengah kompleks. 

Sebuah taman kecil, dinaungi pohon mangga besar, terlihat di salah satu sudut jauh halaman. Membuat tanah lapang itu terasa asri. 
 
Kebetulan, waktu kami berkunjung, belum musim liburan. Roemah Oei kosong. Himawan lantas mengajak kami melihat-lihat kamar. Dan saat itulah, penyesalan menyergap... (*)
 
*) Tim Harian Disway: Doan Widhiandono, Retna Christa, Yulian Ibra, Tira Mada
 
SERI BERIKUTNYA: Kamar Lawas Anti Seram

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: