Geliat Bangun Kota Reog: Sampung Bone Culture Jadi Bagian Monumen (3)

Geliat Bangun Kota Reog: Sampung Bone Culture Jadi Bagian Monumen (3)

Peneliti Puslit Arkenas mengumpulkan peninggalan purbakala di Gua Lawa Sampung. -Puslit Arkenas RI-

Goa Lawa ini dikenal dengan melimpahnya jumlah artefak dan tulang belulang yang membuat situs Gua Lawa ini dikenal sebagai pusat budaya alat tulang prasejarah sehingga muncul istilah Sampung Bone Industry atau Sampung Bone Culture di dalam sejarah Bangsa Indonesia.

Situs itu pertama kali ditemukan oleh J.C. van Es seorang geologist berkebangsaan Belanda pada 1926. Sampai sekarang penelitian prasejarah di lokasi itu belum digelar secara intensif. 


Temuan kerangka manusia di Gua Lawa Sampung oleh Arkeolog Belanda Van Stein Callenfels (1928-1931). -KITLV-A1356-

Peneliti Belanda lainnya Van Stein Callenfels juga pernah menggali situs itu pada 1928 dan 1931. Sedangkan Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (Puslit Arkenas) baru mulai terjun pada 2000-2001 dan 2008. Setelah vakum 11 tahun, Balitbang Kemendikbud memerintahkan penelitian lanjutan pada 2019.

Di era Belanda, Callenfels menemukan kerangka manusia purba dengan posisi meringkuk. Jumlahnya mencapai 7-8 orang. Mereka juga menemukan peralatan dan senjata purba dari tulang belulang, batu, serta logam. Wujudnya meliputi belati, spatula (sudip), dan lancipan.

“Cangkang kerang moluska juga ditemukan di sana. Artinya, jutaan tahun yang lalu, Ponorogo ini memang bagian dari laut,” lanjut pria kelahiran Ponorogo, 26 Februari 1971 itu. Sugiri berharap temuan-temuan itu bisa ditampilkan di museum peradaban.

Peneliti juga menemukan serpihan gerabah, perhiasan dari cangkang moluska, artefak serpih-bilah, gerabah berhias tera-tali (cord-mark), serta fragmen perunggu dan besi.

Sangat patut disayangkan temuan-temuan tersebut belum memiliki konteks stratigrafi pendukung. Stratigrafi digunakan untuk memahami sejarah geologi bumi, termasuk perubahan lingkungan geologi dan kehidupan di masa lalu, serta menggambarkan rekaman fosil dan perubahan iklim.


Temuan artefak tulang dan batu di Gua Lawa Sampung. -KITLV-A1356-

Dengan mengamati susunan dan karakteristik strata batuan atau endapan, stratigrafi dapat membantu dalam menentukan usia relatif atau absolut dari lapisan-lapisan tersebut, serta memahami peristiwa geologi yang terjadi selama sejarah bumi.

Metode stratigrafi melibatkan pengamatan lapangan, analisis laboratorium, serta penggunaan prinsip-prinsip geologi, seperti prinsip superposisi, prinsip asosiasi fauna atau flora, dan prinsip penyebaran lateral. “Tentu perlu waktu dan anggaran besar, tetapi setidaknya kami sudah menyiapkan wadah besar lewat monumen dan museum peradaban itu,” lanjut Sugiri.

Dugaan sementara, manusia purba yang menghuni gua tersebut berasa dari era 10.000 hingga 3.000 tahun sebelum Masehi. Dari jenis peralatan yang ditemukan, peneliti menduga penghuni gua itu berasal dari ras Austromelanesoid hingga Mongoloid. Namun pembuktiannya perlu penelitian lebih lanjut.

Kalau hanya benda purbakala dan sejarah reog yang ditampilkan di museum, tentu minat wisatawan tak akan besar. Karena itulah Sugiri juga memikirkan bagaimana membangun museum modern yang tidak membosankan. “Percepatan inovasi harus didorong. Kita Kejar-kejaran dengan selera masyarakat dan kecanggihan teknologi yang luar biasa,” katanya.

Sugiri tak mungkin memikirkan itu seorang diri. Ia bakal mengolaborasikan gagasan dari akademisi, pengamat seni, dan pakar pariwisata agar magnet Ponorogo di Sampung benar-benar kuat.

Kolaborasi itu sudah dilakukan pada sayembara desain Monumen Peradaban Reog Ponorogo dengan Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) Jatim. Karya peserta lomba tak ada yang jelek. Namun juara tetap harus dipilih. Dia adalah arsitek muda bernama Bramana Ajasmara Putra dan tim.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: