Dari Pemartabatan Bahasa hingga Pahlawan Nasional

Dari Pemartabatan Bahasa hingga Pahlawan Nasional

BAHASA asing masih bertebaran di ruang publik. Kepala Balai Bahasa Jawa Timur Umi Kulsum mengungkapkan, masyarakat masih mengidap ”penyakit” xenomina. Yakni, kesukaan yang berlebihan terhadap segala sesuatu yang asing (berasal dari luar negeri). -Balai Bahasa Jatim untuk Harian Disway -

Tabrani yang bertindak sebagai ketua kongres mengatakan, ”Alasanmu, Yamin, betul dan kuat. Maklum, lebih paham tentang bahasa daripada saya. Namun, saya tetap pada pendirian. Nama bahasa persatuan hendaknya bukan bahasa Melayu, tetapi bahasa Indonesia. Kalau belum ada, harus dilahirkan melalui Kongres Pemuda Indonesia Pertama ini.”

Di koran Hindia Baru (edisi 11 Februari 2026) pada kolom Kepentingan, dengan judul Bahasa Indonesia, Tabrani menggelorakan: ”Bangsa dan pembaca kita sekalian! Bangsa Indonesia belum ada. Terbitkanlah bangsa Indonesia itu. Bahasa Indonesia itu belum ada. Terbitkanlah bahasa Indonesia itu!"

Tabrani mendapat dukungan Sanusi Pane, sastrawan angkatan Pujangga Baru. Kedudukan pun 2-2. Kesepakatan mengenai bahasa persatuan pun ditunda hingga Kongres Pemuda II. Kongres akhirnya memutuskan trigatra Sumpah Pemuda seperti yang kita ketahui sekarang.

Semoga ”Bapak Bahasa Indonesia” itu segera ditetapkan sebagai pahlawan nasional. Sebab, jasa-jasanya bagi persatuan bangsa ini tiada terkira. (*)     

 

     

 

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: