Penjurian Lapangan Brawijaya Award (22): Ketika Google Maps Kongkalikong dengan Demit

Penjurian Lapangan Brawijaya Award (22): Ketika Google Maps Kongkalikong dengan Demit

Tim 3 melintasi sebuah hutan di Kabupaten Banyuwangi.- Syahrul Rozak Yahya-

“Oo berarti di situ ada makam atau punden keramat. Minta dikunjungi. Kapan-kapan kita kesana,” jelas saya. 

Mendekati pertigaan Kencong, hari sudah surup/petang. Kami ada dua pilihan, belok ke utara lewat Jalan Kencong-Tanggul dan bersatu di Jalan Nasional Lumajang-Jember di samping sungai Bondoyudo. Tapi saya benci jalan itu karena isinya truk-truk besar semua. 

Saya ingin sekali lurus ke Puger nanti tembus Rambipuji bablas Jember. Tapi ini sudah malam dan saya tidak pernah lewat jalur itu. “Kita ke Tanggul saja. Lebih baik lewat jalan nasional daripada risiko disesatkan Google Maps. Gelut sama truk dilakoni saja,” gumam saya.  

Terus di jalan menuju Sumberkolak, kami menyusuri sepanjang jalan dengan sawah di kiri dan sungai di kanan. Kenyang dengan pengalaman disesatkan Google Maps, saya bisa merasakan kalau ada sesuatu yang tidak beres. 

Ciri-cirinya adalah ketika jalan mulai tidak masuk akal, suasana mulai sepi, jarang orang lewat, untung siang, kalau malam biasanya dihiasi dengan merinding-merinding. “Wah ndak beres ini Maps,” kata saya pada Pak Yusuf. Dua penumpang di belakang tertidur pulas. Entahlah, mungkin kena sirep. 

Benar saja. Kami sampai di tepi sungai dengan jembatan yang kecil sekali. Reot dengan teralis besi berkarat, ditumbuhi tumbuhan menjalar. Lantai aspalnya bolong-bolong. Saya menepi, berdua dengan Pak Yusuf turun untuk mengamati lebih dekat. 

“Bagaimana menurut sampean pak?”

“Kuat nggak ya? Khawatir nggak kuat. Kalau rubuh di tengah. Habis kita,”

“Hmm… mana ndak ada orang lewat lagi,” kata saya mengamati sekeliling. Hanya suara desau angin di antara pepohonan dan lambaian batang padi. 

Agak lama kami termangu-mangu di pinggir jurang, lewat sekelompok petani. Kami cegat dan kami tanyai. “Wah kalau mobil saya ndak tahu pak, kalau motor sih kuat,” katanya. 

Tak lama kemudian lewat sebuah mobil Agya. Kami cegat dan kami tanyai lagi. “Kuat sih pak. Eh, sebentar, mobil sampean yang itu ya?” katanya sambil melihat Honda BR-V kami. 

“Wah kalau mobil gede seperti itu ndak tahu ya pak,” katanya. 

Saya tidak mau ambil risiko. Saya menelpon Pasiter Kodim 0823 Situbondo, Kapten Czi Sayitno. “Loh, ndak lewat PLN? Kan…” dia tidak melanjutkan. 

Paham kalau kami disesatkan Google Maps. “Tunggu di situ pak. Babinsa nya jemput pakai motor,” katanya.(*) 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: