Penjurian Lapangan Brawijaya Award (27): Awal Penilaian yang Menyenangkan

Penjurian Lapangan Brawijaya Award (27): Awal Penilaian yang Menyenangkan

Tim juri 4 melepas lelah sejenak di sela-sela perjalanan penjurian lapangan lomba Babinsa Inspiratif Brawijaya Awards 2023.-Istimewa-

Tim 4 adalah tim juri terakhir yang melakukan penilaian babinsa inspiratif Brawijaya Awards. Berbagai pengalaman yang dialami sepanjang perjalanan melalui tujuh kabupaten di Jatim. Di sinilah kami mendapat pengalaman baru.

Di hari pertama penjurian, tim empat terbilang paling semangat dalam melakukan perjalanan. Kami berangkat dari Kantor Harian Disway sekitar pukul 07.30. Meleset 30 menit dari perencanaan yang kami tentukan di malam hari setelah rapat persiapan penilaian lapangan.

Perjalanan itu, kami menggunakan mobil honda: Mobilio. Di dalamnya ada saya: Michael Fredy Yacob. Saya ditunjuk sebagai ketua tim juri tim 4. Lalu, ada akademisi dari Universitas Airlangga (Unair) Gitadi Tegas Supramudyo. Beliau akrab kami sapa: pak dosen.

Dua orang lagi yang paling doyan tidur sepanjang perjalanan. Mereka adalah fotografer Moch Sahirol Layeli dan videografer Harian Disway Bagus Rayhand Putra Wibowo. Maklum, mereka tidak bisa bawa mobil. 

Saat masih berada di Surabaya, suasana di dalam mobil masih sedikit canggung. Ada dosen yang baru kami bertiga kenal. Perkenalan itu juga terjadi ketika rapat terakhir di Kantor Harian Disway. Bicara seadanya. Bahkan, lebih banyak diam. 

Rute pertama kita adalah Bojonegoro. Walau, dalam jadwal yang telah disusun, kabupaten itu seharusnya menjadi destinasi kedua. Tujuan pertama adalah Tuban. Namun, di pagi hari, Pasi Teritorial Kodim 0811/Tuban minta kami datangnya agak siang.

“Mohon jam 14.00 sampai di Tuban, nggeh. Di sini, baru mulai belajar pukul 15.00 pak,” katanya saat itu kepada saya melalui telepon.

BACA JUGA:Penjurian Lapangan Brawijaya Award (26): Pulang Masih dengan Tugas Tambahan

Karena kita berangkat pagi, akhirnya, kami memutuskan untuk ke Bojonegoro. Kami langsung menghubungi Bati Puanter Kodim 0813/Bojonegoro Serma Agustanul Anwar. “Kami langsung meluncur Bojonegoro ndan,” ucap Sahirol saat nelpon Serma Agustanul.

Kami ke lokasi tersebut hanya berbekal share lokasi yang diberikan oleh pria yang akrab disapa Serma Tanul itu. Saat kami berbincang dalam mobil, ternyata hanya pak dosen yang banyak mengetahui jalan di Jawa Timur.

BACA JUGA:Awarding Brawijaya Awards Digelar 18 Juli

“Saya kalau antar kotanya saja paham jalurnya. Tapi, kalau ke desa-desanya, ada yang saya paham, ada juga yang belum. Saya kan pernah melakukan penelitian di beberapa desa,” ucap pak dosen yang membuat saya sedikit tenang.

Tiga orang lainnya di dalam mobil itu tidak ada yang paham jalan antar kota di provinsi itu. Saya lahir dan besar di Kalimantan Timur. Tepatnya di Bontang. Baru tiga tahun terakhir pindah ke Surabaya.

Kalau Sahirol, memang kelahiran Surabaya. Tapi, hingga lulus Madrasah Aliyah (MA) di Madura, ia pindah di Papua. Kuliah dan kerja di sana. Baru setahun terakhir dirinya balik ke Kota Pahlawan. Jadi, ia tidak pernah mengetahui jalan antarkota di Jatim.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: