Bukti Tak Kuat, MA Tolak PK Moeldoko Terkait Partai Demokrat

Bukti Tak Kuat, MA Tolak PK Moeldoko Terkait Partai Demokrat

KSP Moeldoko saat berpidato usai ditunjuk menjadi ketua umum Partai Demokrat pada Kongres Luar Biasa di Deli Serdang pada 5 Maret 2021 silam.-Dokumen Pribadi-

JAKARTA, HARIAN DISWAY- Perebutan kursi tahta Partai Demokrat sudah berakhir secara hukum. Ini setelah Mahkamah Agung (MA) menolak Peninjauan Kembali (PK) Kepala Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko terhadap SK Menteri Hukum dan HAM RI terkait kepengurusan Partai Demokrat.

Hakim Agung dan Juru Bicara Mahkamah Agung RI Suharto menjelaskan alasannya. Bahwa bukti baru atau novum yang diajukan oleh Moeldoko tidak kuat. Sehingga tak cukup untuk menggugurkan pertimbangan hukum dari putusan yang diajukan permohonan PK tersebut.

BACA JUGA:Khusnul Minta Pemkot Segera Berikan Seragam Gratis untuk Siswa Kurang Mampu

BACA JUGA:Desak Made Rita Kusuma Dewi Jadi Climber Pertama Indonesia yang Lolos ke Olimpiade

"Novum yang diajukan pemohon PK tidak bersifat menentukan," ujarnya saat konferensi pers di Media Center MA RI, Jakarta, Kamis, 10 Agustus 2023. 

Akhirnya tidak bisa menggugurkan putusan kasasi. Yakni Putusan Kasasi Nomor 487 K/TUN/2022 tanggal 29 September 2022.

Kasasi itu dimintakan atas putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN) Jakarta Nomor 35/B/2022/PT.TUN.JKT Tanggal 26 April 2022 yang menguatkan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Teatnya, putusan PTUN Jakarta Nomor pp150 G/2021/PTUN-JKT tanggal 23 November 2021.

"Bahwa gugatan tidak dapat diterima, kewenangan absolut PTUN," ucap Suharto. Majelis berpendapat sengketa "a quo" sejatinya merupakan masalah internal Partai Demokrat. Kendati objek sengketa merupakan keputusan Tata Usaha Negara (TUN).

BACA JUGA:Mencari Sosok Pengganti Courtouis, Real Madrid Dekati Kiper Maroko, Yassine Bounou

BACA JUGA:Pemkab Sidoarjo Hibahkan 22 Unit Mobil untuk TNI-AL

Pada hakikatnya, sengketa 'a quo' merupakan masalah penilaian keabsahan kepengurusan Partai Demokrat antara Penggugat dan Tergugat II intervensi. Sehingga sifatnya jelas. Merupakan masalah internal Partai Demokrat yang seharusnya diselesaikan terlebih dahulu melalui mahkamah internal partai.

Namun, sambung Suharto, yang terjadi tidak demikian. Sampai saat gugatan 'a quo' didaftarkan, mekanisme melalui Mahkamah Partai Demokrat belum ditempuh oleh penggugat. Yang dalam hal ini adalah kubu Moeldoko.

Pendapat majelis itu pun berakhir dengan amar menolak permohonan PK yang diajukan Moeldoko. Bahkan menghukum para pemohon PK untuk membayar biaya perkara pada PK sejumlah Rp 2.500.000.

Seperti diketahui, para pemohon PK dalam Perkara Nomor 128 PK/TUN/2023 ini adalah Jenderal TNI (Purn.) Moeldoko dan Jhonny Allen Marbun. Sedangkan, yang menjadi termohon PK adalah Menteri Hukum dan HAM RI Yasonna H. Laoly sebagai Termohon I, serta Agus Harimurti Yudhoyono dan Teuku Riefky Harsya sebagai Termohon II.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: