16 Koruptor Dapat Remisi Bebas Merdeka
Ilustrasi belasan koruptor dapat remisi bebas merdeka.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
Jokowi kaget, tapi cepat menjawab: ”Hukuman mati bagi koruptor sudah diatur Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi. Tapi, penerapannya tidak sembarangan.”
Dilanjut: ”Kalau korupsi dana untuk bencana alam, bisa dihukum mati. Kalau tidak, tidak. Misalnya, ada gempa, tsunami, di Aceh, atau di NTB, kita ada anggaran untuk penanggulangan bencana, lalu uangnya dikorupsi, pelakunya bisa dihukum mati.”
Setelah acara dengan siswa SMK, Jokowi ditanya wartawan soal kemungkinan hukuman mati buat semua koruptor (tidak hanya dana bencana alam). Jokowi menjawab, itu bisa saja dilakukan, asalkan ada dorongan dari masyarakat untuk mengubah undang-undang tersebut.
”Kalau keinginan masyarakat seperti itu di RUU Tindak Pidana Korupsi (hukuman mati) itu masuk. Tapi sekali lagi, itu ditentukan di DPR.”
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H. Laoly mengatakan,
”Yang mungkin (hukuman mati) bagi koruptor terhadap bencana alam. Tetapi, dalam praktiknya terjadi di gempa Lombok, NTB. Tapi, pelakunya tidak dihukum mati karena nilai kerugian negara kecil.”
Dilanjut: ”Kalau bencana alam, tapi nilai korupsi Rp 10 juta? Maka, ada variabel yang harus diperhatikan, misalnya, ada dana bencana alam Rp 100 miliar, dia menelan Rp 25 miliar, itu lain cerita. Bisa dihukum mati.”
Pasal yang disebutkan Presiden Jokowi adalah Pasal 2 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang berbunyi sebagai berikut.
(1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda minimal. Rp 200 juta dan maksimal Rp 1 miliar.
(2) Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, dapat dijatuhkan pidana mati.
Penjelasan ayat (2) adalah sebagai berikut.
Yang dimaksud dengan ”kondisi tertentu” dalam ketentuan ini dimaksudkan sebagai pencegah bagi pelaku tindak pidana korupsi apabila tindak pidana tersebut dilakukan pada saat keadaan bahaya menurut hukum yang berlaku, pada saat warga negara terjadi bencana alam, sebagai pengulangan tindak pidana korupsi. Atau ketika negara dalam keadaan krisis ekonomi dan moneter.
Soal hukuman buat koruptor selalu jadi debat di Indonesia. Masyarakat yang tidak mungkin korupsi menuntut hukuman berat. Sebaliknya, pejabat publik yang berpotensi melakukan korupsi bersikap sebaliknya. Khususnya, pejabat legislatif selaku pembuat UU.
RUU Perampasan Aset Koruptor pun masih berbentuk rancangan. Berat bagi anggota DPR membuatnya sah. Sebab, seumpama pembuat UU kelak ternyata korupsi, mereka bagai membuat jebakan listrik untuk tikus di sawah.
Ketika mereka lupa dan suatu saat listrik mereka senggol sendiri, mereka kesetrum diketawai tikus. Sesama tikus mereka sudah paham itu. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: