Suku Tengger Maknai Kebakaran Bromo sebagai Peringatan Leluhur

Suku Tengger Maknai Kebakaran Bromo sebagai Peringatan Leluhur

Ritus Semeninga atau Matur Piuning dalam Eksotika Bromo 2023. Upacara untuk menghormati leluhur dan bersyukur.-Julian Romadhon-

PASURUAN, HARIAN DISWAY - Kebakaran hebat melanda savana Bromo pada 6 September 2023. Hal itu tentu membuat masyarakat Bromo, terutama Suku Tengger bersedih.

Bahkan, Eksotika Bromo pada bulan itu terpaksa dibatalkan. Baru boleh digelar kembali pada 8 Oktober 2023. Namun, beberapa pemuka Hindu Tengger yang berdiam di Tosari, telah mengetahui fenomena tersebut.

BACA JUGA: Memahami Bahasa Jawa Tengger, Mirip Tegal Dialek Jawa

BACA JUGA: Rayakan Tahun Baru, Warga Tengger Berlomba Bunyikan Musik Tradisi Menuju Gunung Bromo

Tentu lewat sasmita atau petunjuk. Bagi mereka, kebakaran tersebut adalah sebuah peringatan, serta bentuk penyucian atau pembersihan kembali kawasan Bromo oleh Hyang Widhi.

Hal itu diungkapkan oleh tokoh pemuda Hindu Tengger setempat, Afizki Arif Ridwan (Afiz). Ia merupakan pemuda yang aktif berdiskusi dan melakukan olah spiritual bersama para Romo Dukun (sebutan pemuka agama) dan para Pemangku setempat.

"Kurang lebih tiga minggu sebelum kejadian, ruh suci turun, memberitahu kami.Bahwa energi-energi negatif di Tengger ini harus dibersihkan. Khususnya di Bromo," katanya.

Leluhur menyayangkan bahwa Bromo saat ini hanya jadi ajang mencari uang. Sampah-sampah berserakan, seakan tak menghargai alam Bromo yang memberi kehidupan.

BACA JUGA: Ruwat Rawat Segara Gunung, Tema Eksotika Bromo 2023

Sebab bagi masyarakat Tengger, Bromo adalah candi hidup untuk mereka. Maka kebersihan dan kesuciannya perlu dijaga.

"Pun, penamaan beberapa bukit di sana tak sesuai dengan keinginan leluhur. Seperti Bukit Cinta, Bukit Teletubbies dan sebagainya," ungkapnya.

Upacara Kasada pun berkurang kesuciannya. Sebab, orang luar banyak yang memanfaatkannya sebagai ajang berpacaran, minum-minuman keras dan membuat keramaian.

Begitu pun dengan beberapa masyarakat Tengger yang terpengaruh budaya luar. Sehingga meninggalkan tradisi turun-temurunnya.

Beberapa mereka itu tak lagi meminta sesuatu kepada Tuhan. Melainkan kepada sesama manusia atau mahluk gaib.

Leluhur Tengger masa lalu, ketika upacara suci belum selesai, tidak diperbolehkan untuk naik ke atas kawah Bromo. Sebab, ruh para dewa turun ketika diupacarai.

"Saat turun kan tidak sopan jika ditinggal naik ke atas," terang pria yang aktif di bidang pengembangan SDM, DPK Perhimpunan Pemuda Hindu, Kabupaten Pasuruan itu.

Dalam upacara-upacara Kasada beberapa tahun belakangan, sebelum upacara selesai, banyak yang mendahului naik ke atas kawah. Leluhur tak berkenan dengan cara seperti itu.

Para Pemangku Hindu Tengger di kawasan Tosari pun berpendapat sama. Bagi mereka, peristiwa itu adalah sebentuk peringatan agar anak-cucu dapat menjaga kelestarian dan kesucian Bromo.

"Ibaratnya dinetralisir. Setelah itu Bromo ditutup selama 10 hari. Itulah momen ketika Bromo disucikan," ujar Sutaji, Pemangku Hindu Tengger.

Sebab, melalui kebakaran tersebut, hikmahnya, masyarakat diajak untuk lebih menghargai alam. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: