Transaksi di Bursa Karbon

Transaksi di Bursa Karbon

Ilustrasi Bursa Karbon.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

Pasar karbon berfungsi mengubah emisi CO2 menjadi komoditas dengan harga tertentu. Emisi tersebut memiliki dua kategori, yaitu carbon credit dan carbon offset. Pada pasar karbon mandatory,  setiap perusahaan menerbitkan nomor kredit karbon tertentu setiap tahun. Perusahaan-perusahaan tersebut wajib memenuhinya karena sifatnya yang mandatory

Regulator harus menetapkan batasan emisi karbon, dalam hal program cap-and-trade yang terus menurun. Para pelaku pasar bisa menghasilkan keuntungan dalam memenuhi persyaratan program kompensasi karbon non-voluntary. Program paling aktif untuk pasar karbon adalah United Nations Clean Development Mechanism yang lahir dari adanya Kyoto Protocol.

Pasar karbon voluntary diatur sendiri. Setiap individu atau organisasi yang menghasilkan karbon offset dapat menawarkannya kepada perusahaan yang ingin mengurangi jumlah emisi CO2. Fleksibilitas pasar tersebut memungkinkan setiap perusahaan kecil untuk menjual offset mereka untuk mendapatkan keuntungan.

BACA JUGA:Tangani Emisi Karbon, Tingkatkan Kinerja

BACA JUGA:Jual Beli Karbon Menjadi investasi menarik

Perdagangan karbon hakikatnya adalah jual-beli sertifikasi atau izin untuk menghasilkan emisi karbon dioksida atau CO2 dalam jumlah tertentu. Sertifikasi atau izin pelepasan karbon itu disebut juga kredit karbon (carbon credit) atau kuota emisi karbon (allowance). 

Satu kredit karbon setara dengan pengurangan atau penurunan emisi sebesar 1 ton CO2. Emisi karbon dioksida itu dihasilkan, antara lain, oleh pembakaran bahan bakar fosil (batu bara, gas, dan minyak bumi), pembakaran hutan, dan pembusukan sampah organik.

Mekanisme perdagangan karbon adalah satu dari tiga cara penurunan emisi yang ditetapkan oleh perjanjian iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Protokol Kyoto, pada 11 Desember 1997. 

Pembeli kredit karbon atau allowance adalah industri, negara, atau perusahaan yang menghasilkan emisi karbon dalam jumlah tinggi karena menggunakan bahan bakar fosil atau mengonsumsi energi dalam jumlah besar. Misalnya, pabrik baja, pembangkit listrik batu bara (PLTU) atau pembangkit listrik gas, pusat data (data center), dan sektor transportasi.

Para penjual kredit karbon adalah perusahaan atau negara yang kegiatannya mampu menyerap emisi CO2 atau yang kegiatannya menghasilkan sedikit sekali CO2. Contohnya, antara lain, perusahaan konservasi hutan; pembangkit energi terbarukan –pembangkit tenaga surya PLTS, pembangkit tenaga bayu (PLTB)– atau kegiatan pengolahan sampah organik. 

Kredit karbon yang diperdagangkan harus disertifikasi badan sertifikasi internasional seperti Verra dan Gold Standard. Sertifikasi bertujuan  memastikan penjual kredit karbon berkomitmen pada pengurangan emisi dari hasil penjualan. Misalnya, perusahaan konservasi hutan tidak menggunakan dana hasil penjualan kredit karbon untuk mengubah lahan hutan menjadi perkebunan sawit yang justru menghasilkan emisi CO2.

Sertifikasi penting karena kredit karbon yang dijual tidak kelihatan. Yang dijual adalah kemampuan menyerap karbon. Karena itu, harga kredit karbon bisa naik jika proyeknya jelas, berintegritas, dan surveilennya jelas. Begitu pun sebaliknya. 

Contoh perdagangan karbon secara riil dilakukan Pertamina Patra Niaga yang bergerak di bidang distribusi bahan bakar minyak. Perusahaan itu membeli kredit karbon dari Pertamina New Renewable Energy (Pertamina NRE) sebesar 1,8 juta ton emisi karbon ekuivalen untuk satu tahun. Kredit karbon itu akan menyeimbangkan emisi CO2 yang dihasilkan Pertamina Niaga. 

Sumber kredit karbonnya adalah pembangkit listrik panas bumi (PLTP) Lahendong di Sulawesi Utara yang dikelola Pertamina NRE. Provinsi Kalimantan Timur juga berhasil meraup USD 110 juta insentif pengurangan karbon dari Bank Dunia untuk pengurangan karbon sebesar 30 juta ekuivalen CO2. 

Pada pasar karbon wajib atau yang dikenal dengan emission trading system (ETS) atau ”cap-and-trade system”, pihak berwenang menetapkan batas emisi karbon yang dihasilkan setiap peserta ETS. Batasan itu akan dikurangi setiap tahunnya dan diberikan dalam bentuk alokasi kuota emisi. Jika belum terbentuk harga di pasar karbon, pemerintah bisa menentukan harga karbon dengan cara menetapkan harga dasar (floor price) atau melakukan pelelangan. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: