Tuberkulosis Jadi Global Emergency, WHO Melaporkan Seperempat Penduduk di Dunia Pernah Terjangkit
Bakteri Mycobacterium tuberculosis menjadi penyebab orang terkena penyakit tuberkulosis. -UAB News-www.uab.edu
HARIAN DISWAY- Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit yang menyerang pada organ paru-paru akibat infeksi dari bakteri Mycobacterium tuberculosis.
World Health Organization (WHO) melaporkan penyakit TBC sudah menjadi global emergency (situasi darurat global) sekitar 30 tahun yang lalu. Sebagian negara dilaporkan masih menghadapi epidemi TBC.
Pasalnya, jutaan pasien TBC di dunia belum mendapat akses diagnosis dan penanganan yang memadai, terutama di negara berkembang.
Direktur Pascasarjana Universitas YARSI Prof Tjandra Yoga Aditama mengatakan bahwa dalam setahun bisa ditemukan 10,6 juta pasien TBC di dunia. Persentasenya adalah 56,5 persen didominasi kalangan pria, 32,5 persen wanita, dan 11 persen anak-anak.
BACA JUGA: Deteksi Tuberkulosis Berbasis Teknologi AI
"Setiap tahun ada sekitar 1,6 juta orang meninggal karena tuberkulosis. Bahkan, ada data yang menunjukkan seperempat penduduk dunia sudah terinfeksi bakteri tuberkulosis,” tutur guru besar FKUI pada 22 September 2023 lalu di New York.
"Dari data tersebut juga ditemukan orang dengan HIV/AIDS (ODHA) memiliki risiko 16 kali lebih mudah terkena penyakit tuberkulosis. Karena dalam setahun ditemukan kasus 187.000 ODHA meninggal dunia akibat tuberkulosis,” sambungnya.
Terkait mendiagnosis pasien yang terkena tuberkulosis atau tidaknya, pada 2021 hanya 61 persen pasien TBC yang berhasil didiagnosis dan diobati dengan baik. Sementara iut, 38 persen pasien didiagnosis berdasar tes cepat molekuler (TCM) sesuai anjuran WHO.
Menurut Tjandra, target pengendalian tuberkulosis di dunia belum sepenuhnya tercapai. Hal itu berdasar sebuah data yang menunjukkan hanya 66 persen pasien TBC resistan yang mendapat pengobatan. Sekitar 42 persen yang mendapat terapi pencegahan TBC.
BACA JUGA: Ingat, Konsumsi Sayuran Kaya Vitamin K Bisa Optimalkan Kesehatan Paru-Paru
“Sekitar separuh pasien tuberkulosis dan keluarga mereka menghadapi masalah finansial akibat mengobati penyakit tuberkulosis,” jelas mantan direktur penyakit menular WHO Asia Tenggara itu.
Maka itu, WHO menyarankan adanya intervensi untuk memperpendek lama terapi pencegahan TBC menjadi satu bulan saja. Selain itu, pengobatan TBC menjadi 4 bulan, pengobatan TBC resistan ganda (MDR TB) beserta resistan rifampisin (RR) diperpendek jadi 6 bulan.
“Semua bentuknya oral saja. Serta, adanya tes baru untuk infeksi dan penyakit TB,” tambah mantan dirjen pengendalian penyakit tersebut.
Pada 2023 ini, ada hasil dari perkembangan penelitian yang menemukan 28 obat untuk penyakit TBC dan 16 vaksin agar terhindar dari penyakit TBC.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: