KPPS Meninggal Indikasi Pelanggaran HAM, Negara Sibuk Urus Pergantian Kekuasaan

KPPS Meninggal Indikasi Pelanggaran HAM, Negara Sibuk Urus Pergantian Kekuasaan

Jenazah Ketua KPPS di Surabaya meninggal setelah tak sadarkan diri dua hari.-M Sahirol Layeli-HARIAN DISWAY

SURABAYA, HARIAN DISWAY - Kematian Petugas Kelompok Panitia Pemungutan Suara (KPPS) Pemilu 2024 terindikasi pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia (HAM). Kematian dan sakitnya petugas KPPS merupakan kelalaian negara.

Apalagi, pada Pemilu 2019 lalu, ada 485 petugas KPPS meninggal di seluruh Indonesia. Negara tidak berkaca pada kematian massal itu dan terulang lagi. 

Pada Senin, 19 Februari 2024, ada sebanyak 84 petugas KPPS meninggal dunia di Indonesia. Sedangkan di Surabaya, ada dua petugas KPPS yang dinyatakan meninggal.

BACA JUGA:KPU Jatim Akan Beri Santunan Rp 46 Juta Kepada Keluarga Korban KPPS

Dewan Federasi Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Surabaya Andri Arianto mengatakan bahwa negara tidak pernah serius melindungi warga negara.

"Penyelenggara pemilu (KPPS, Red) dianggap gak penting. Artinya, yang penting adalah penguasa yang akan menang. Bahaya sekali. Tidak belajar dan ada pembiaran. Pengabaian terhadap perlindungan kesehatan," tegasnya, Selasa 20 Februari 2024.

Andri menegaskan sudah seharusnya pemerintah berkaca pada kasus Pemilu 2019. Alih-alih belajar, justru terjadi kelalaian yang diperparah praktik pembiaran. 

BACA JUGA:Kasus Kematian Petugas KPPS Terulang Lagi, Pengamat: Screening Kesehatan Perlu Dilakukan Pada Tahap Rekrutmen

Pengajar di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) UIN Sunan Ampel Surabaya ini menilai kasus meninggalnya petugas KPPS dapat diantisipasi. Di antaranya pada proses rekrutmen. Pemerintah mengabaikan faktor kesehatan dan hak-hak dasar petugas. 

"Itu diduga terjadi pelanggaran HAM, iya, karena itu tidak belajar pada Pemilu sebelumnya. Itu kan sudah jelas ada evaluasi dari Komnas HAM bahwa terkait kematian ini memang tak boleh terjadi tapi faktanya sama," jelasnya.

Proses rekrutmen dinilai hanya sebatas bisa baca tulis saja. Lalu, apabila ada yang meninggal dikatakan ada penyakit penyerta atau kormobid. Padahal, kondisi ini bisa diantisipasi dengan seleksi yang seksama.

"Santuan kematian menutup kelemahan negara. Menutup pengabaian negara. Padahal yang penting penyelamatan nyawa," tegasnya. 

"Pemilu ini adalah pemilunya elit. Fokusnya itu proses transaksi pemenangan. Pergantian elit. Nilai-nilai sipil dan hak sipil jadi pengabaian. Itu tidak menjadi fenomena (yang harus diwaspadai, Red) tapi pengabaian. Jelas pengabaian," lanjutnya.

BACA JUGA:Ketua KPPS di Surabaya Meninggal Usai Tak Sadarkan Diri Dua Hari

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: