Polres Kediri Kota Gelar Rekonstruksi Pengeroyokan Santri Hingga Tewas

Polres Kediri Kota Gelar Rekonstruksi Pengeroyokan Santri Hingga Tewas

AKBP Bramastyo Priaji Kapolres Kediri Kota.--

HARIAN DISWAY – Kematian santri Pondok Pesantren Tartilul Quran (PPTQ) Al Hanifiyyah Desa Kranding, Kecamatan Mojo, Kabupaten Kediri, terus diselidiki. Polres Kediri Kota, Kamis, 29 Februari 2024 menggelar rekaulang secara tertutup.

AKBP Bramastyo Priaji Kapolres Kediri Kota menyebut, total ada 55 adegan penganiayaan empat tersangka terhadap korban yang dilakukan selama tiga hari sebelum korban dinyatakan meninggal dunia oleh dokter rumah sakit di Kediri, Jumat, 23 Februari 2024 lalu. 

Adegan itu dilakukan pelaku di tempat yang berbeda-beda selama tiga hari. “Yang pertama, 18 Februari TKP (tempat kejadian perkara) pertama tiga (adegan), kemudian 21 Februari TKP yang kedua ada 12, 22 hingga 23 Februari, TKP yang terakhir ada 40 adegan,” kata Bram dikonfirmasi awak media di Kediri usai rekonstruksi tertutup, Kamis, 29 Februari 2024.

Selama rekaulang, lanjut Bram, para pelaku menganiaya korban dengan tangan kosong tanpa alat atau senjata. “Sementara menggunakan tangan kosong, jadi benda tumpul yang sesuai dengan keterangan dokter menerima, sehingga terjadi luka di tubuh korban,” imbuhnya lagi.

BACA JUGA:Sebelum Meninggal, Santri PP Al Hanifiyyah Kediri yang Dianiaya Senior Sempat Minta Dijemput Ibunya

BACA JUGA:Polres Probolinggo Tetapkan Tersangka Oknum Guru Ngaji yang Hamili Santri

Keempat tersangka, sambungnya, masing-masing punya peran menganiaya korban. Luka paling banyak yang dialami korban sendiri ada di tubuh bagian atas. “Perkenaannya sesuai pemeriksaan dokter, banyak di bagian tubuh separuh ke atas,” tambahnya lagi.

Adapun hasil rekonstruksi tersebut, lanjut Bram, belum ada fakta baru, dan masih sesuai dengan keterangan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) keempat tersangka.

“Tujuan rekonstruksi sendiri ini adalah membuat terang suatu tindak pidana, supaya ada kesesuaian antara keterangan tersangka, keterangan saksi, dengan yang ia perbuat, supaya sesuai antara keterangan dengan yang dilakukan. Jadi sampai saat ini semua masih sesuai dengan yang dituangkan dalam BAP,” bebernya.

Bram tidak merinci keterangan pelaku saat diperiksa dalam BAP soal kronologi dan motif sebenarnya. Termasuk belum membenarkan soal informasi yang beredar, baik keterangan ibu korban jika permasalahan dipicu karena ketakutan korban terhadap empat tersangka, ataupun keterangan pengacara tersangka yang menyebut pertengkaran dimulai karena korban tidak mau salat.

“Kita masih dalami ya. Untuk rekonstruksi siang ini memastikan bagaimana kegiatan yang terjadi, terkait penganiayaan tersebut,” ucapnya lagi.

Kapolres Kediri itu hanya memastikan bahwa penganiayaan dipicu kesalahpahaman antara korban dan para tersangka. “Lebih kepada rasa kesal senior ke junior ataupun ada hal-hal lain yang membuat salah paham antara senior dan junior dalam lingkup asrama,” imbuhnya.

Sebelumnya diberitakan, empat anak yang sudah ditetapkan tersangka, inisial MN, 18, warga Sidoarjo; MA, 18, asal Nganjuk; AF, 16, asal Denpasar Bali; dan AK, 17, asal Surabaya. Mereka menganiaya BBM, 14, santri asal Banyuwangi hingga meninggal dunia. (*)

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: