DPR Kritik Rencana Kenaikan Tarif PPN 12 Persen: Akan Lemahkan Daya Beli Masyarakat
Anggota Komisi XI DPR RI, Ecky Awal Mucharam menganggap kenaikkan PPN sebesar 12 persen dinilai tidak tepat mengingat kondisi daya beli masyarakat saat ini sebagai hal yang kontraproduktif-DPR RI-
JAKARTA, HARIAN DISWAY - Anggota Komisi XI DPR RI, Ecky Awal Mucharam mengkritik rencana perubahan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen pada tahun 2025.
Ia menganggap kenaikkan PPN sebesar 12 persen sebagai hal yang kontraproduktif mengingat kondisi daya beli masyarakat saat ini yang belum sepenuhnya pulih dari Covid-19.
“Dengan tarif PPN yang belum lama dinaikkan jadi 11 persen saja, daya beli masyarakat langsung anjlok, bagaimana jadinya jika tarif PPN dinaikkan kembali? Otomatis masyarakat akan menjadi korban,” ungkap Ecky pada Kamis, 14 Maret 2024.
BACA JUGA:Tarif PPN Naik 12 persen, Indonesia Bakal Tempati Posisi Pajak Penghasilan Tertinggi di ASEAN
Merujuk pada Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) nomor 7 tahun 2021, pemerintah menaikkan tarif PPN menjadi 11 persen yang diberlakukan sejak 1 April 2022, kemudian naik 12 persen berlaku paling lambat tanggal 1 Januari 2025.
Ilustrasi Pajak--
Meski demikian, Ecky menyoroti adanya penurunan daya beli masyarakat pada tahun 2022 hingga 2023. Hal ini terlihat dari porsi konsumsi rumah tangga yang sebagian besar digunakan untuk barang habis pakai. Hampir semua pendapatan yang diperoleh digunakan untuk membeli makanan dan perlengkapan rumah tangga.
“Fenomena ‘mantab’ (makan tabungan) masyarakat menengah pada 2023 menjadi isu yang hangat,” kata Ecky.
BACA JUGA:Diperiksa KPK 6 Jam, Sekjen DPR Indra Iskandar Irit Bicara
Menurutnya, peningkatan tarif PPN tidak hanya akan melemahkan daya beli masyarakat, tetapi juga berpotensi meningkatkan tekanan pada perekonomian nasional.
Ecky memaparkan hasil survei Konsumen Bank Indonesia (BI), menunjukkan bahwa rasio konsumsi kelompok dengan pengeluaran di bawah Rp. 5 juta sebagian besar mengalami penurunan. Penurunan paling drastis terjadi pada kelompok pengeluaran Rp. 2,1 juta - Rp. 3 juta, diikuti oleh kelompok pengeluaran Rp 4,1 juta – Rp. 5 juta.
Kelompok yang paling terkena imbas adalah masyarakat berpenghasilan rendah atau menengah karena mereka akan merasakan beban kenaikan harga barang dan jasa secara langsung dalam memenuhi kebutuhan kehidupan sehari-hari mereka.
Ecky juga mengingatkan tentang potensi dampak dari penyesuaian tarif PPN. Ketika harga barang dan jasa naik, daya beli masyarakat akan semakin terpuruk karena pengeluaran mereka lebih besar untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari sehingga akan menyebabkan inflasi tinggi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: