Suhu Panas Indonesia Terus Pecahkan Rekor, BMKG Sebut Perubahan Iklim Ancam Ketahanan Air dan Pangan

Suhu Panas Indonesia Terus Pecahkan Rekor, BMKG Sebut Perubahan Iklim Ancam Ketahanan Air dan Pangan

Ilustrasi. Suhu rata-rata Indonesia beberapa kali mencapai titik anomali tertinggi pada 2016, 2019, dan 2020 sebagai dampak perubahan iklim-Klimatologi BMKG-

JAKARTA, HARIAN DISWAY - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyorot rentetan dampak yang diakibatkan oleh perubahan iklim, baik dalam skala nasional maupun internasional.

Diantara rentetan dampak yang disampaikan pihak BMKG adalah kenaikan suhu di beberapa tahun terakhir, melemahnya ketahanan air, dan melemahnya ketahanan pangan.

Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menyampaikan bahwa kenaikan suhu di Indonesia mencapai temperatur tertingginya pada tahun 2016 dengan anomali sebesar 0,8 derajat celcius.

BACA JUGA:Suhut Bumi Telah Meningkat 1,5 Derajat Celcius, BMKG Tekankan Urgensi Penanganan Dampak Perubahan Iklim

BMKG kemudian mencatat anomali pada tahun 2016 sebagai peningkatan suhu terpanas dibandingkan dengan rata-rata suhu selama periode klimatologi tahun 1981 hingga 2020.


Warga Surabaya melintasi jalanan dengan penutup untuk menghindari sengatan sinar matahari.-Muchammad Ma'ruf Zaky-

Kemudian suhu terpanas kedua terjadi pada tahun 2019 dengan nilai anomali sebesar 0,7 derajat celcius, sementara suhu terpanas ketiga terjadi di tahun 2020 dengan anomali 0,6 derajat celcius.

2023 Tahun Terpanas

Dalam lingkup yang lebih luas, World Meteorological Organization (WMO) mencatat tahun 2023 sebagai tahun yang dipenuhi rekor temperatur akibat beberapa fenomena perubahan iklim berupa kenaikan suhu.

BACA JUGA:Gempa Bawean, Nomeklatur Resmi BMKG Untuk Guncangan Tektonik di Laut Jawa Pada Jumat Siang dan Sore

Diantara fenomena tersebut adalah 3 bulan terpanas sepanjang sejarah. Yakni selama Juni, Juli dan Agustus 2024 disertai gelombang panas atau heatwave di beberapa wilayah dalam waktu bersamaan.

Disamping itu, data yang dirilis Bappenas menunjukkan bahwa perubahan iklim berpotensi menimbulkan kekeringan pada 2.256 hektar sawah dan menurunkan produksi padi hingga sekitar 1,13-1,89 juta ton.

Bappenas juga mencatat peningkatan angka prevalensi ketidakcukupan konsumsi pangan, yakni dari 8,49%  di 2021 menjadi 10,21% di 2022.

BACA JUGA:Pertamina Rehabilitasi Hutan Mangrove di NTT untuk Mitigasi Perubahan Iklim

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: bmkg