Bioskop Kampus 2024 Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya Bahas Sinematografi Film Kartini
Suasana nonton bareng film Kartini dalam acara Bioskop kampus 2024 yang digelar Uiversitas Katolik Widya Mandala Surabaya menjelang Hari Kartini 2024. -Moch Sahirol Layeli-HARIAN DISWAY
Misalnya, adegan Kartini ketika laku dodok. Yakni, cara berjalan dengan posisi jongkok untuk memperlihatkan rasa hormat dalam kebudayaan Jawa.
BACA JUGA: Lirik dan Makna Lagu Ibu Kita Kartini Ciptaan W.R Supratman
“Saya tidak mungkin ‘mengecilkan’ Kartini pakai high angle. Kartini kan inginnya setara sesama manusia. Jadi, saya gunakanlah eye level. Biar mata penonton sejajar dengan mata Kartini,” kata Faozan.
Di sisi lain, saat adegan Raden Sosrokartono (Reza Rahardian), kakak Kartini muncul, Faozan menggunakan low angle. Tentu untuk menunjukkan bahwa pada masa itu, dominasi laki-laki sangat kuat.
Kendati demikian, di antara patriarki yang bertebaran, Sosrokartono adalah the biggest support system bagi Kartini. Dia membuka dan membebaskan pikiran Kartini dengan buku-buku yang melimpah.
BACA JUGA: 6 Ide Kegiatan Lomba Hari Kartini Bagi Gen Z
Selanjutnya, dari segi mise en scene atau seluruh aspek visual, Faozan menggunakan framing dari kata-kata. Semasa hidupnya, Kartini erat dengan istilah “pingitan”.
Adegan belajar jalan ndodok oleh Dian Sastrowardoyo (kiri), pemeran Kartini, yang di-shoot secara eye level dalam film Kartini. -Moch Sahirol Layeli-HARIAN DISWAY
Maka, Faozan membedah kata-kata yang selaras dengan itu. Yakni, dikurung, belenggu, penjara, tradisi, sistem sosial, dan ruang atau rumah.
Faozan cerdik mencurahkan itu dalam sinematografinya. Misalnya, detail ketika Kartini berada di ruang pingitan. Kartini dikurung oleh jendela bak penjara.
BACA JUGA: 25 Quotes dari RA Kartini untuk Menginspirasi Generasi Muda
Lebih kreatif lagi, Kartini yang tampak lesu ketika duduk di antara alat musik gamelan. Implisit menunjukkan bahwa pahlawan wanita itu terkurung oleh budayanya sendiri.
Segala sinematografi yang epik tersebut dibentuk dari proses riset yang lama. Yaitu, 8 bulan. “Kami juga riset di Leiden, Belanda. Kami galilah kehidupan Kartini di sana karena banyak orang Belanda yang menulis tentang dia," tutur Faozan.
"Kalau di Indonesia, arsipnya hanya sekadar buku-buku dan surat-surat Habis Gelap Terbitlah Terang. Nah, dari Belanda itu kami ceritakan semuanya ke Dian supaya bisa lebih menjiwai sosok Kartini,” lanjut Faozan.
BACA JUGA: Adu Laris! Film Siksa Kubur dan Badarawuhi di Desa Penari Tembus 2 Juta Penonton dalam Sepekan
Proses riset itu berlangsung menyeluruh, bahkan sampai di aspek yang terkesan remeh-temeh. Semisal, cahaya. Faozan bahkan menuliskan sun direction di Jepara, Jawa Tengah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: