Memilih Pemimpin Menuju Indonesia Emas

Memilih Pemimpin Menuju Indonesia Emas

ILUSTRASI Pemimpin Indonesia Emas-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

Tiga kali pemilihan presiden sudah barang tentu harus diwarnai dengan peningkatan kualitas demokrasi yang makin substantif dan tidak lagi berkutat pada level demokrasi prosedural. Pemimpin yang dihasilkan oleh pemilu-pemilu mendatang harus kian legitimate dan credible

BACA JUGA: Bangun Optimisme Jatim Menuju Indonesia Emas 2045

Pemimpin negara (sebut saja presiden dan wakil presiden) adalah pemimpin administrasi pemerintahan tertinggi di Indonesia. Pemimpin administrasi pemerintahan secara teoretis adalah pemimpin manajemen tertinggi dalam sistem pemerintahan. 

Oleh karena itu, ihwal tata laksana, gaya, budaya, model, pertanggungjawaban, hukum dan etika bagi para pemimpin negara disebut sistem kepemimpinan negara.   

George R. Terry dalam bukunya yang berjudul Principle of Management mengatakan bahwa kepemimpinan pada hakikatnya adalah ”kegiatan memengaruhi orang-orang agar mereka suka berusaha mencapai tujuan-tujuan kelompok”. Karena itulah, Hersey dan Blanchard menyebutkan bahwa aktivitas memimpin itu melakukan tindakan-tindakan ”telling, selling, participating and delegating”. 

BACA JUGA: Tantangan Inklusi Keuangan Digital: Menuju Indonesia Emas 2045

Sesungguhnya ada banyak sekali teori tentang jenis kepemimpinan yang perlu diperhatikan dalam rangka menuju Indonesia emas. Maka, perlu kiranya rakyat memperhatikan tipe-tipe kepemimpinan sebagai berikut:

Pertama, pemimpinan otokritik. Tipe pemimpin seperti itu adalah pemimpin yang sangat cepat dalam mengambil keputusan. Pemimpin semacam itu tidak banyak melibatkan/memberikan kesempatan kepada anak buahnya untuk memberikan masukan atau memengaruhi keputusan yang dibuatnya. 

Pemimpin semacam itu sangat tepat untuk situasi-situasi kritis, darurat, mendesak yang memerlukan keputusan yang cepat. Namun, pemimpin seperti itu membuat timnya merasa kurang dihargai, sulit menebak ke mana arah pilihan sang pemimpin dan sering kali antikritik. 

BACA JUGA: Indonesia Emas Butuh Orang Cerdas

Kedua, pemimpin demokratis. Yakni, tipe pemimpin yang memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada timnya untuk terlibat dalam setiap pengambilan keputusan. Pemimpin seperti itu mementingkan kolaborasi antarfungsi dalam tim, mendorong semua anggota tim terlibat dalam setiap pengambilan keputusan. 

Namun, sang pemimpin terkesan lebih menjadi seorang fasilitator ketimbang seorang leader sehingga umumnya menjadi terkesan tidak berani mengambil keputusan, setidaknya lambat ataupun ragu-ragu, termasuk dalam hal untuk bertanggung jawab terhadap keputusan yang telah dibuat. 

Ketiga, pemimpin transformatif. Yaitu, pemimpin yang visioner, memiliki gagasan-gagasan besar. Pemimpin semacam itu lebih menonjol dengan ciri sebagai sorang motivator yang sangat memperhatikan pemberdayaan, pengetahuan, dan pengalaman bagi timnya. Sayang, sering kali karena gagasan-gagasan yang terlalu besar dan visioner, ia kurang dapat diikuti mayoritas timnya. 

Selain itu, ia sering dianggap kurang peduli terhadap hal-hal detail yang dianggap ”receh” dan ”remeh-temeh” sehingga banyak pemimpin transformatif akhirnya kesepian karena timnya sulit mengimbangi langkah sang pemimpin.  

Keempat, pemimpin pelayan. Yakni, pemimpin yang penuh dengan empati dan perhatian terhadap kebutuhan timnya. Pemimpin seperti itu banyak mendengar dan menampung keluh kesah dan kesulitan yang dihadapi timnya, kemudian bersama-sama tim memperjuangkan untuk mengatasi kesulitan dan keluhan agar kondisinya lebih baik. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: