Warung Madura, Simbol Kemandirian Ekonomi Kerakyatan (4): Rela Melekan untuk Saingi Ritel Modern
WARUNG MADURA selalu beroperasi selama 24 jam. Seperti punya Taufiqurrohman di dekat perumahan Griya Permata Gedangan, Desa Keboansikep, Sidoarjo, ini.-Boy Slamet/Harian Disway -
Warung itu memang punya mereka. Pasangan suami istri asal Pamekasan tersebut baru membuka warungnya 13 hari sebelumnya. Namun, modal awalnya disumbang oleh sang kakak.
Rahman belajar langsung kepada sang kakak yang sudah punya dua cabang warung Madura di Sidoarjo. Dari dulu, ia sebetulnya tak terpikir untuk berbisnis toko kelontong seperti itu. Baru bergairah setelah dimotivasi oleh kakaknya.
Rahman pun tak gentar bahwa posisi warungnya berdekatan dengan empat ritel modern yang berjajar di sepanjang jalan desa itu. Bahkan dua ritel di antaranya juga buka 24 jam. Prinsipnya cuma satu: berjualan tanpa niat menyaingi. “Karena toh rezeki sudah ada yang ngatur,” jelasnya.
PEMBELI bensin eceran paling banyak saat tengah malam di warung Madura milik Taufiqurrohman, Desa Keboansikep, Sidoarjo.-Boy Slamet/Harian Disway -
Tentu juga dengan menjalankan strategi yang baik. Harus kerja keras. Salah satunya, dengan membuka warung selama 24 jam nonstop. Dan itu menjadi satu-satunya kunci agar warung bisa bertahan.
Setidaknya, kata Rahman, bisa mendongkrak omzet penjualan. Apalagi, warungnya masih seumur jagung. Buka 24 jam akan membuat banyak orang mengingat warungnya.
Dan pada jam-jam kebanyakan orang tertidur itu, justru ada saja pembeli. Itu terbukti ketika saya hampir menghabiskan 40 menit di sana. Yang paling laris, Rahman kerap melayani pembeli bensin eceran dan rokok. Sisanya, kopi sachet dan obat nyamuk.
Prinsip yang sama juga dipegang oleh Zainal Abidin. Pemilik dua warung Madura yang jaraknya tak begitu jauh dari warung Rahman. Mungkin hanya sekitar 500 meter. Warung itu juga berhadapan dan berdempetan langsung dengan Indomaret dan Alfamart.
Kebetulan, dua ritel modern itu hanya buka sampai pukul 22.00 malam. Di atas jam itu, warung Madura milik Zainal tentu ganti diserbu pembeli. “Yakin aja, nggak ada takut, semua sudah ada yang ngatur,” ungkap lelaki asal Giligenting, Sumenep.
Ia punya filsafat sendiri: makanan semut tidak akan dimakan oleh gajah. Tentu makna semut itu untuk warungnya dan gajah untuk ritel modern.
Zainal juga punya rumus sendiri. Agar warung bisa bertahan, maka minimal harus bisa mendapat omzet sebesar Rp 2 juta dalam sehari. Dan hampir separo dari omzet itu didapatkan saat dini hari. (Bersambung)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: