Terbukti dr Aulia, Dokter PPDS Undip, Di-Bully
ementerian Kesehatan tengah menyiapkan nota kesepahaman (memorandum of understanding/MoU) untuk mencegah dan menangani praktik perundungan atau bullying di program pendidikan dokter spesialis (PPDS).-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
Budi: ”Saya sudah tahu semua, berapa besaran mereka harus bayar. Praktiknya seperti apa, saya sudah tahu.”
Dilanjut: ”Yang kerja di rumah sakit pendidikan itu ternyata hanya dokter-dokter PPDS. Dokter lain enggak pernah kerja di sana.”
”Kalau ada operasi medis, peserta PPDS yang ngerjain. Dokternya hanya kerja lima menit pertama, terus ditinggalkan. Juga, peserta PPDS yang mau masuk RS harus izin senior.”
Di antara bukti-bukti itu saling terkait. Termasuk chat Aulia dengan ayahanda, Mohammad Fakruri, di Tegal berisi keluhan. Kemudian, Selasa, 27 Agustus 2024, Fakruri meninggal karena sakit. Itu 15 hari setelah Aulia meninggal.
Sebelum Fakruri meninggal, Menkes Budi sempat menjenguk di rumahnya, Tegal. Waktu itu Fakruri sudah sakit. Kemudian, Budi menganjurkan kepada pihak keluarga agar Fakruri segera dibawa ke RSUD dr Kariadi, tapi pihak keluarga menolak.
Budi: ”Sebab, kata keluarga, Aulia di-bully di rumah sakit itu. Maka, saya sarankan segera ke RSUP Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Lalu, dibawa ke sana. Empat hari dirawat di sana, beliau meninggal. Saya mengucapkan belasungkawa semoga keluarga tabah.”
Ditanya wartawan, apakah Fakruri meninggal akibat tahu Aulia di-bully?
Budi: ”Saya tidak mengatakan begitu. Saya tidak mau spekulasi. Tapi, beliau sakit setelah kematian putrinya.”
Mengharukan. Jika benar Aulia di-bully, peserta didik program pascasarjana kedokteran tak ubahnya anak SD, SMP, SMA. Bullying terjadi dari hulu sampai hilir.
Masyarakat penasaran, bagaimana bentuk bullying peserta didik program dokter spesialis? Apakah mirip anak SD?
Ternyata bentuknya bukan seperti anak SD, tapi jumlah kasusnya banyak. Kementerian Kesehatan mengumumkan jenis perundungan yang banyak dilaporkan peserta PPDS. Yakni, perundungan nonfisik, nonverbal, jam kerja yang tidak wajar, pemberian tugas yang tidak ada kaitan dengan pendidikan dokter spesialis, serta perundungan verbal berupa intimidasi.
Sejak Juli 2023 hingga 9 Agustus 2024, Kemenkes menerima 356 laporan perundungan dengan perincian 211 laporan terjadi di RS vertikal dan 145 laporan dari luar RS vertikal. Dari jumlah itu, 39 pelaku telah disanksi tegas oleh Kemenkes.
Perundungan peserta PPDS bukan bentuk pukulan fisik, melainkan intimidasi. Juga, perintah senior kepada peserta didik yang bentuknya tidak terkait pendidikan. Misalnya, senior memerintah junior beli rokok (uang dari junior) pada dini hari. Atau, makan nasi Padang lima bungkus harus dihabiskan seketika.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: