Defeodalisasi Jabatan Publik (2-Habis): Pendidikan Modern sebagai Kunci

Defeodalisasi Jabatan Publik (2-Habis): Pendidikan Modern sebagai Kunci

ILUSTARSI Defeodalisasi Jabatan Publik (2-Habis): Pendidikan Modern sebagai Kunci.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

Seorang pemimpin di level mana pun tidak boleh sewenang-wenang mengeluarkan keputusan yang berimplikasi luas terhadap rakyat sebelum mendapatkan masukan dari wakil-wakil rakyat melalui mekanisme permusyawaratan. 

Dalam buku tersebut dijelaskan bahwa seorang pimpinan perlu mendapatkan masukan dari berbagai pihak, baik resmi maupun tidak resmi, sebelum memutuskan sesuatu. 

Dengan demikian, sebuah keputusan yang dikeluarkan seorang pimpinan di level mana pun merupakan sebuah keputusan bersama atau kolektif yang bertujuan kesejahteraan bersama. 

Sayang, gagasan mengenai demokrasi yang amat luhur tersebut pada praktik kesehariannya mengalami berbagai kendala. Sejak 1960-an praktik demokrasi di Indonesia mengalami banyak tantangan, baik di tingkat nasional maupun tingkat lokal. 

Gagasan mengenai demokrasi terpimpin bisa dikatakan merupakan otoritarianisme terselubung yang mendapatkan dukungan dari rakyat secara luas. Hal itu tidak bisa dipisahkan dari jiwa feodalisme yang ternyata belum sepenuhnya hilang dalam praktik keseharian. 

Meski demikian, pada 1955, bangsa Indonesia berhasil mencatatkan diri sebagai penyelenggara pemilihan umum pertama yang berjalan secara demokratis, jauh dari pelanggaran yang bersifat masif. 

Penyelenggaraan pemilihan umum pertama tersebut menjadi tolok ukur bagi pelaksanaan demokrasi pada periode-periode berikutnya. (*)


*) Purnawan Basundoro adalah guru besar dan Dekan Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Airlangga

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: