Pesta Swinger di Sebuah Vila di Batu Digerebek Polisi

Pesta Swinger di Sebuah Vila di Batu Digerebek Polisi

ILUSTRASI pesta swinger di sebuah vila di Batu Digerebek polisi.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

Setelah disidik, terungkap bahwa itu bukan yang pertama. SM sudah empat kali menggelar begituan. Dua kali threesome, dua kali swinger. Lokasi di Batu juga, tapi beda-beda vila. ”Tersangka dapat sedikit keuntungan uang, tapi ia gemar menonton orang berhubungan seks secara terbuka,” ujar Suryono.

Tersangka dijerat dengan Pasal 296 KUHP, perzinaan. Ancaman hukuman maksimal setahun enam bulan penjara. Meski ancaman hukuman di bawah lima tahun penjara, tersangka ditahan karena ini perkara khusus.

Mengapa kasus beginian sering terjadi? Bukankah itu budaya masyarakat Barat yang relatif longgar dalam menganut ajaran agama mereka? Tapi, benarkah mayoritas pasutri Barat begitu?

Dikutip dari USA Today, 7 Maret 2024, berjudul They had a loving marriage and their sex life was great. Here's why they started swinging, diungkapkan proses perubahan suami istri Simon Hopper, 46, dan Carolyn Hopper, 50, dari pasutri yang biasa (normal) sampai kemudian jadi peserta poliamori, istilah lain swinger.

Disebutkan, Simon dan Carolyn pasutri berasal dari Southampton, Inggris. Lalu, mereka mukim di Amerika Serikat (tidak disebut kota dan negara bagian). Juga, tidak disebut apakah mereka punya anak atau tidak. Dari struktur cerita, bisa disimpulkan mereka tanpa anak. Hidup mereka romantis harmonis. Sama-sama bukan tipe peselingkuh.

Suatu hari pada 2016 mereka sedang rekreasi di sebuah kolam renang. Di sana mereka melihat sepasang pria wanita saling mengoles krim ke badan pasangan. Itu krim pelindung kulit dari matahari. Pasangan itu kelihatan mesra.

Carolyn kepada Simon: ”Kita tidak akan melihat hal seperti itu di Inggris.”

Entah apanya yang unik dari pasangan saling oles itu. Tapi, perkataan Carolyn yang terdengar aneh: ”Sepertinya mereka swinger.”

Anggapan tak berdasar itu jadi perdebatan Simon-Carolyn. Sebab, Carolyn cuma menduga-duga. Apalagi, Carolyn mengajak Simon berkenalan dengan pasangan tersebut, tapi Simon menolak. Tak lama kemudian, Simon mengajak istrinya pulang. Daripada terus berdebat.

Simon: ”Ketika pulang, kami masih membicarakan, apakah ini sesuatu yang ingin kami bahas? Karena Carolyn selalu mengatakan bahwa dia biseksual. Tetapi, saya tidak pernah menganggap itu serius. Kami belum pernah membicarakan poliamori.”

Sejak itu Simon mencari tahu tentang poliamori. Mempelajari, mengapa mereka mau membuka hubungan seks suami istri yang eksklusif diubah menjadi inklusif? Simon merasa heran. 

Makin banyak literatur yang Simon baca, kemudian ia paham bahwa poliamori bertujuan menggairahkan romantisme suami istri. Tidak melulu soal hubungan seks, tapi lebih kepada persahabatan. 

Sampai di sini, dalam logika masyarakat Indonesia, cara pikir Simon itu tidak logis. Bahkan liar. Tidak beradab. Mustahil suami atau istri membuka kesempatan orang lain berhubungan seks dengan mereka meski dengan persetujuan masing-masing pihak. Cara pikir itu seperti hewan. 

Carolyn tidak mendesak Simon agar mereka mencari pasangan swinger untuk bertukar. Tidak. 

Carolyn: ”Saya tidak perlu meneliti atau membaca, atau melakukan apa pun, karena menurut pandangan saya yang sederhana, itu bukanlah sesuatu yang ingin saya pahami lebih jauh.” 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: