Derita Warga Lebanon yang Dibombardir oleh Israel (2-habis): Kembali ke Sekolah untuk Mengungsi

Derita Warga Lebanon yang Dibombardir oleh Israel (2-habis): Kembali ke Sekolah untuk Mengungsi

SUASANA RUANG KELAS yang menjadi tempat pengungsian di Beirut, Lebanon, 5 Oktober 2024. Baju jemuran bergantungan menutupi papan tulis.-AGENCE FRANCE-PRESSE-

BACA JUGA:Krisis Lebanon: Mengapa Tentara Tak Diterjunkan dalam Pertarungan dengan Israel dan Hizbullah?

BACA JUGA:Hassan Nasrallah, Pemimpin Hizbullah Dibunuh Israel di Lebanon

“Kami sudah berada di jalanan selama dua minggu, tak ada yang memikirkan pendidikan saat ini,” ucap Salma.

Jennifer Moorehead dari organisasi Save the Children bahkan lebih pesimistis. "Tahun ajaran ini tidak akan pulih," katanya. Jennifer juga menyebut bahwa Lebanon sudah mengalami gangguan tahun ajaran sekolah. Mulai pandemi Covid-19 hingga krisis ekonomi yang membuat sebagian besar penduduk jatuh miskin.

“Butuh generasi baru bagi Lebanon untuk pulih dari kehilangan pendidikan ini,” tambahnya.

Di selatan Lebanon, sekolah-sekolah telah terganggu hampir setahun penuh karena bentrokan antara Israel dan Hizbullah setelah perang Gaza dimulai. Namun, eskalasi baru-baru ini memperluas kekacauan pendidikan ke seluruh negeri.


DI KORIDOR SEKOLAH, anak-anak pengungsi menghabiskan waktu. Mereka harus cepat berlindung ketika ada serangan udara.-AGENCE FRANCE-PRESSE-

Menteri Pendidikan Abbas Halabi sedang memikirkan langkah-langkah untuk menyesuaikan sistem pendidikan di tengah situasi tersebut. Ia mempertimbangkan kombinasi pelajaran tatap muka dan daring.

Namun, tidak semua orang bisa mengikuti kelas online. Banyak orang tua tidak mampu membeli smartphone untuk anak-anak mereka. Lebanon juga tidak bisa memastikan ketersediaan akses internet di tengah seringnya pemadaman listrik.

Bahkan, banyak keluarga yang mengungsi tidak sempat membawa laptop atau tablet. Meski tanpa semua hambatan tersebut, pendidikan online bukanlah solusi yang ideal bagi semua orang.

Nour Khawajeh, ibu berusia 36 tahun, berjuang membantu putrinya yang berusia tujuh tahun, Joud, untuk fokus pada pelajaran bahasa Perancis secara daring di rumah mereka di Beirut. “Anak-anak butuh ke halaman untuk bermain dan bertemu dengan teman-teman sebayanya,” katanya.

Sekolah swasta Joud hanya sempat berjalan empat hari sebelum ditutup lagi.

Nour dan suaminya mencoba menyesuaikan jadwal mereka agar bisa membantu mengasuh Joud dan adik laki-lakinya yang berusia empat tahun, Issa. Namun, dia mengakui, "Orang tua bukanlah guru. Aku tidak punya kesabaran." (*)

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: