Pilkada Versus Kotak Kosong: Minim Edukasi Politik dan Nihil Pengganda Ekonomi

Pilkada Versus Kotak Kosong: Minim Edukasi Politik dan Nihil Pengganda Ekonomi

ILUSTRASI Pilkada Versus Kotak Kosong: Minim Edukasi Politik dan Nihil Pengganda Ekonomi.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

BACA JUGA:Ajakan Pilih Kotak Kosong Terjadi di Surabaya, Kekecewaan Warga Pada Calon Tunggal

Menurut catatan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), pilkada yang diikuti satu pasangan calon kepala daerah terus meningkat selama beberapa kontestasi terakhir.

Pada pilkada tahun 2015, terdapat tiga daerah yang memiliki satu calon. Jumlah itu terus naik, berturut-turut sembilan calon tunggal pada pilkada 2017 dan 16 pada 2018.

Bahkan, fenomena kotak kosong sendiri bukannya tidak pernah terjadi di dalam negeri. Contohnya, pada Pilkada Makassar 2018, pasangan Munafri Arifuddin dan Andi Rahmatika Dewi menjadi calon tunggal, melawan kotak kosong.

Kasus serupa terjadi pada 2020. Pasangan Hanindhito Himawan Pramana dan Dewi Mariya Ulfa memenangkan Pemilihan Bupati Kediri 2020 setelah melawan kotak kosong. 

BACA JUGA:Pilkada Akan Diulang Jika Kotak Kosong Menang, Termasuk Surabaya

BACA JUGA:Bawaslu Surabaya: Gerakan Memilih Kotak Kosong Bagian dari Aspirasi Demokrasi

MENGALIENASI EFEK EKONOMI

Jika kesepakatan politik yang sudah diumumkan tidak berubah, perhelatan pilkada secara serentak akan dilaksanakan di 37 provinsi dan 508 kabupaten/kota seluruh tanah air, tepatnya pada 27 November 2024. 

Pesta demokrasi secara nasional senantiasa mampu memberikan dampak berganda (multiplier effect) ditunggu-tunggu para pelaku ekonomi di semua daerah. Betapa tidak, dampak ekonomi yang mengiringi aktivitas kampanye para kandidat peserta pilkada menjadi ladang berkah para pelaku ekonomi. 

Hal positif dan sangat penting yang diharapkan tiap kali diadakannya, baik pilkada, pileg, maupun pilpres, adalah perputaran uang yang terjadi selama masa kampanye. 

Letupan aktivitas ekonomi menuju pembentukan modal produk domestik bruto (regional maupun nasional) dari geliat kampanye pesta demokrasi membawa pengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Dari pilpres kemarin, Bank Indonesia mencatat jumlah uang yang beredar selama periode Februari 2024 mencapai nilai Rp 8.739,6 triliun. 

Catatan angka tersebut mengalami kenaikan 5,3 persen jika dibandingkan dengan Februari 2023. Jelang mendekati musim persiapan kampanye di bulan November 2023, uang yang beredar berjumlah Rp 8.573,6 triliun, tumbuh 3,3 persen secara tahunan. 

Sementara itu, pada pelaksanaan pilkada tahun 2018, Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) mencatat pengeluaran di 17 provinsi yang menyelenggarakan pilkada, perputaran uang selama pemilihan kepala daerah atau pilkada serentak tahun 2018 mencapai Rp 25 triliun. 

Angka tersebut bersumber dari dana yang digelontorkan pemerintah untuk menyelenggarakan pilkada sebanyak Rp 20 triliun serta dari kampanye pasangan calon yang menjadi peserta pilkada sebesar Rp 5 triliun. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: