Pudarnya Gaung Ikrar Sumpah Pemuda

Pudarnya Gaung Ikrar Sumpah Pemuda

ILUSTRASI pudarnya gaung ikrar Sumpah Pemuda. -Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

Kedua, esprit de corps atau solidaritas antar kelompok yang dimaknai secara sempit hingga membuat makna sesungguhnya menjadi bias.

Ketiga, primordialisme yang kelewat kental sehingga mengaburkan asas persatuan sebagai ideologi bangsa. Keempat, pudarnya figur panutan pembawa tongkat estafet perubahan yang makin membingungkan generasi emas di masa-masa cemas.

BACA JUGA:Rayakan Sumpah Pemuda, Artotel TS Suites Surabaya Gelar Fusion Ethnicity is Unity

BACA JUGA:Maknai Sumpah Pemuda, Perpustakaan Petra Christian University Gelar Pameran Poster dan Menggambar On The Spot

Praktik-praktik senioritas di dalam lingkungan masyarakat Indonesia masih banyak ditemui. Tak hanya di kalangan militer, praktik senioritas di lingkup institusi pendidikan, komunitas masyarakat, hingga dunia kerja pada bidang apa pun marak ditemui dan dinormalkan. 

Misalnya, penyebutan gelar yang menyatakan kekuasaan maupun pangkat yang lebih tinggi seperti komandan, profesor, hingga sebutan Pak Haji/Bu Haji. Itu merupakan contoh konkret tentang praktik tersebut.

Bangsa Indonesia memiliki solidaritas dan sifat komunal yang tinggi. Mencerminkan semangat gotong royong, sebagai bukti bagaimana cara hidup masyarakat Indonesia. Namun, semangat yang dibangun itu dapat terpecah belah dalam kegiatan yang melibatkan asas kedaerahan. 

BACA JUGA:Peringati Hari Sumpah Pemuda, OPSHID Bangun 66 Unit Rumah Layak Huni

BACA JUGA:5 Organisasi Pemuda yang Menjadi Bibit Lahirnya Hari Sumpah Pemuda

Contohnya, lomba tarkam (antar kampung) olahraga voli atau sepak bola dapat memicu gesekan dari masing- masing pendukungnya. Padahal, perlu dipahami, keberadaan pendukung masing-masing masihlah warga negara Indonesia, yang berada di Negara Kesatuan Republik Indonesia. 

Sentimen dari semangat esprit de corps yang seharusnya dapat menggugah rasa bangga belum bisa dimaknai secara luas dengan semangat persatuan bangsa Indonesia.

Tantangan negara kepulauan, banyaknya daerah yang harus ”diikat” menjadi satu bundel persatuan dan kesatuan yang sama. 

Penghormatan akan masing-masing aspek primordialisme, hal-hal yang berasal dari budaya dan adat istiadat tiap daerah, harus tetap dikedepankan. Namun, tentu tetap beriringan dengan membangun nasionalisme bangsa secara utuh. 

Misalnya, pertandingan Indonesia vs Bahrain beberapa waktu lalu berhasil memudarkan hal-hal primordial yang dimiliki seriap individu. Saat mendukung timnas Indonesia, yang ada hanyalah ”Aku Indonesia, berbendera negara Merah Putih, dengan lagu kebangsaan Indonesia Raya, dan berbahasa satu, bahasa Indonesia”. 

Kemelekatan dan rasa bangga akan daerah masing-masing sangatlah perlu. Namun, juga perlu diingat, segala sesuatu yang berlebihan hanya akan berujung pada perpecahan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: