Mahkamah Konstitusi Ubah 21 Pasal UU Cipta Kerja yang Digugat Buruh
Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengabulkan sebagian permohonan uji materi terkait Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) Undang-undang Nomor 6 Tahun 2023. Mahkamah Agung mengabulkan pengujian konstitusional 21 pasal UU Cipta Kerja yang digugat oleh parta--iStockphoto
HARIAN DISWAY - Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengabulkan sebagian permohonan uji materi terkait Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) Undang-undang Nomor 6 Tahun 2023.
MK mengabulkan pengujian konstitusional 21 pasal UU Cipta Kerja yang digugat oleh partai buruh. "Amar putusam; mengadili, mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian," ungkap Ketua MK Suhartoyo.
Hal itu dikatakannya di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis, 31 Oktober 2024. Menurut Suhatoyo, keputusan itu hasil dari sidang putusan perkara nomor 168/PUU-XXI/2023 yang berlangsung di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis, 31 Oktober 2024.
BACA JUGA: Hari Ulang Tahun Mahkamah Agung RI 19 Agustus: Sejarah, Tema dan Logo HUT ke-79
Permohonan tersebut diajukan oleh Partai Buruh bersama sejumlah serikat pekerja, yaitu Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI), Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI), dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI).
Dalam gugatannya menyoroti 71 pasal dalam UU No.6/2023, terdiri dari tujuh klaster dalil, yakni menyoal tenaga kerja asing (TKA), perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT), pekerja alih daya (outsourcing).
Selanjutnya terkait, cuti, upah dan minimum upah, pemutusan hubungan kerja (PHK), uang pesangon (UP), uang penggantian hak upah (UPH), dan uang penghargaan masa kerja (UPMK) yang mengatur pengupahan, hubungan kerja, serta tenaga kerja asing.
BACA JUGA: Mahkamah Agung India Gelar Sidang Suo Motu Kasus Rudapaksa Dokter Magang di Kolkata
Dalam pertimbangannya, MK menyatakan beberapa pasal dalam UU Ciptaker memang bertentangan dengan UUD 1945, karena dianggap mengancam perlindungan hak pekerja dan mengganggu keseimbangan aturan yang berlaku.
Terkait pokok permohonan yang tidak diterima karena dinilai tidak bermasalah dan pokok permohonan terkait pasal yang dimaksud bersifat prematur.
Adapun 21 pasal yang diubah berdasarkan putusan MK antara lain:
BACA JUGA: Luluk-Khofifah Fokus Pendidikan, Risma Perhatikan Kesejahteraan Buruh
- Pasal 42 ayat 1 frasa 'pemerintah pusat' dinilai tidak memiliki kekuatan hukum yang punya kuasa yaitu 'menteri tenaga kerja'.
- Pasal 42 ayat 4 UU Cipta Kerja terisi tenaga kerja asing dapat dipekerjakan hanya dalam jabatan tertentu dan waktu tertentu sesuai kompetensi. Pada farasa ini ditambahkan harus mengutamakan tenaga kerja Indonesia.
- Pasal 56 ayat 3 berisi jangka waktu selesainya pekerjaan ditentukan berdasarkan perjanjian kerja. Pada pasal tersebut, berubah menjadi jangka waktu pekerjaan paling lama 5 tahun.
- Pasal 57 ayat 1 menyatakan perjanjian kerja dalam waktu tertentu harus ditulis dalam bahasa Indonesia dan huruf latin. diubah dengan menghilangkan kata 'harus'.
- Pasal 64 ayat 2 tentang pemerintah menetapkan sebagian pelaksanaan pekerjaan. Frasa tersebut diubah menjadi Menteri yang menetapkan pelaksanaan pekerjaan yang diperjanjikan.
- Pasal 79 ayat 2 tentang istirahat mingguan jika diawal disebutkan dalam seminggu memiliki sehari libur ditambahkan bisa mengambail 2 hari libur.
- Pasal 79 ayat 5 menghapus kata 'dapat'
- Pasal 88 ayat 1 UU Cipta Kerja berbunyi "Setiap pekerja/buruh berhak atas penghidupan yang layak bagi kemanusiaan". Frasa tersebut ditambahkan soal penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak sehingga mampi memnuhi kebutuhan hidup pekerja/buruh dan keluarganya.
- Pasal 88 ayat 2 terkait kebijakan pengupahan oleh pemerintah pusat, ditambah dengan melibatkan dewan pengupahan daerah sebagai pertimbangan kebijakan pengupahan oleh pemerintah pusat.
- Pasal 88 ayat 3 frasa struktur dan skala upah berubah struktur dan skala ipah yang proporsional.
- Pasal 88C ditambahkan dalam pasal itu 'termasuk Gubernur wajib menetapkan upah minimum sektoral pada wilaah provinsi dan dapat untuk kabupaten/kota'.
- Pasal 88D dari awalnya frasa 'indeks tertentu' lebih diperjelas menjadi 'indeks tertentu merupakan variabel yang mewakili kontribusi tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi provinsi/kota dengan memperhatikan kepentingan perusahaan dan pekerjaan/buruh serta prinsip proposionalitas untuk memenuhi kebutuhan hidup layak (KHL) bagi pekerja/buruh.
- Pasal 88F terkait keadaan tertentu yang berubah lebih dispesifikkan 'mencangkup antara lain bencana alam atau nonalam.
- Pasal 90A UU Cipta kerja berbunyi "Upah di atas minimum ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara pengusaha dan pekerja/buruh di perusahaan. Diubah menjadi upah di atas minimum ditetapkan oleh pengusaha dan Pekerja/buruh atau Serikat pekerja/buruh.
- Pasal 92 ayat 1 berisi tentang pengusaha wajib menyusun struktur dan skala upah dengan mempertimbangkan kemampuan perusahaan dan produktivitas. Ditambahkan 'serta golongan, jabatan, masa kerja, pendidikan, dan kompetensi.
- Pasal 95 ayat 3 terkait 'hak lain yang diterima buruh soal pembayaran atas semua kreditur' ditambahkan 'atas semua kreditur termasuk kreditur preferen'.
- Pasal 98 ayat 1 tentang dewan pengupahan memberikan pertimbangan perumusan kebijakan pengupahan kepada Pemerintah pusat atau pemerintah daerah ditambahkan dewan pengupahan yang berpartisipasi secara aktif.
- Pasal 151 ayat 3 ditambahkan 'wajib dilakukan melalui perundingan bipartit secara musyawarah untuk mufakat antara pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/buruh.
- Pasal 151 ayat 4 terkait 'pemutusan hubungan kerja dilakukan melalui tahap mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial' lebih diperjelas dengan ditambahkan 'Dalam perundingan bipartit tidak mendapatkan kesepakatan maka pemutusan hubungan kerja hanya dapat dilakukan setelah memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang putusannya telah berkekuatan hukum tetap'.
- Pasal 156 ayat 2 yang membahas tentang jumlah uang pesangon. dari yang awalnya 'sebagai berikut' menjadi paling sedikit.
- Pasal 157A ayat 3 berbunyi 'dilakukan sampai dengan selesainya proses penyelesaikan perselisihan hubungan industrial sesuai tingkatannya'. Ditambahkan yang berkekuatan hukum tetap sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang PPHI.
BACA JUGA: Sejarah dan Konflik Surat Ijo Surabaya: Tunggu Mahkamah Agung Hingga Empat Tahun (22)
Reaksi Pekerja Presiden KSPI, Said Iqbal, menyatakan bahwa pihaknya menghormati putusan MK ini, namun akan mengkaji lebih lanjut dampaknya bagi buruh. Sementara itu, Presiden KSBSI, Elly Rosita Silaban, mengungkapkan keprihatinannya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: