Sah! Suhartoyo Dilantik sebagai Ketua MK, Ini Rekam Jejaknya Tangani Perkara Kontroversial

Sah! Suhartoyo Dilantik sebagai Ketua MK, Ini Rekam Jejaknya Tangani Perkara Kontroversial

Ketua MK Suhartoyo saat bacakan sumpah jabatan di Gedung MK, Jakarta Pusat-Intan Afrida Rafni-

HARIAN DISWAY– Kursi ketua Mahkamah Konstitusi (MK) resmi diduduki Suhartoyo mulai hari ini, Senin, 13 November 2023. Dengan masa jabatan 2023-2028.

Suhartoyo menggantikan Anwar Usman yang telah dicopot dari jabatan ketua oleh Mahkamah Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK).  Yakni setelah terbukti melanggar etik berat dalam putusan perkara Nomor 90 soal syarat usia calon presiden dan wakil presiden.

“Demi Allah, saya bersumpah bahwa saya akan memenuhi kewajiban Ketua Mahkamah Konstitusi dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan menjalankan segala peraturan perundang-undangan dengan selurus-lurusnya menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta berbakti kepada nusa dan bangsa," ujar Suhartoyo dalam pengambilan sumpah jabatan di Ruang Sidang Pleno Gedung I MK, Jakarta.

BACA JUGA:Megawati Singgung Manipulasi Hukum di MK, TKN Prabowo-Gibran: Pertandingan Belum Dimulai

BACA JUGA:Pasca Polemik Putusan MK: Elektabilitas Prabowo Menurun, Ganjar Perlahan Meningkat dan Anies Stagnan

Lelaki asal Sleman itu terpilih sebagai ketua MK melalui pemilihan secara musyawarah mufakat dalam rapat pleno hakim secara tertutup pada Kamis, 9 November 2023. Ia bertugas di MK sejak 2015. Sudah delapan tahun.

Suhartoyo pun terlibat dalam pengambilan sejumlah keputusan penting. Setidaknya, pernah menangani lima perkara yang menjadi sorotan publik. Bahkan cenderung kontroversial. 

Yakni soal putusan tentang batas usia calon presiden dan calon wakil presiden, soal uji materi UU Cipta Kerja, uji materi UU Perkawinan dan soal uji materi UU KUHP, dan sengketa hasil Pemilu 2019.


Wakil Ketua MK Saldi Isra dan Ketua MK Suhartoyo-mkri.co.id-

Pertama, uji materi UU Cipta Kerja bergulir pada pertengahan 2020. Kala itu, Suhartoyo sepakat dengan suara mayoritas. Yakni Saldi Isra, Enny Nurbaningsih, Aswanto, dan Wahiduddin Adams.

Mereka menyatakan bahwa UU Cipta Kerja tak memenuhi syarat formil. Lantas harus dibekukan dan diperbaiki selama dua tahun. 

Suhartoyo pun membacakan pertimbangan hukum MK. Ia menyebut tata cara pembentukan UU Cipta Kerja tidak didasarkan pada cara dan metode yang pasti, baku, dan standar, serta sistematika pembentukan undang-undang.

BACA JUGA:Anwar Usman Tak Dipecat, Begini Sanksi Lain yang Diberikan MKMK

BACA JUGA:Sidang Putusan MKMK Tak Bisa Ubah Putusan MK, Jimly: Kami Hanya Tangani Etik Hakim

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: