Sah! Suhartoyo Dilantik sebagai Ketua MK, Ini Rekam Jejaknya Tangani Perkara Kontroversial
Ketua MK Suhartoyo saat bacakan sumpah jabatan di Gedung MK, Jakarta Pusat-Intan Afrida Rafni-
“Bertentangan dengan azas-azas pembentukan peraturan perundang-undangan, maka Mahkamah Konstitusi berpendapat proses pembentukan UU 11/2020 adalah tidak memenuhi ketentuan berdasarkan UUD 1945, sehingga harus dinyatakan cacat formil,” kata Suhartoyo kala itu.
Alasan UU Cipta Kerja dinyatakan inkonstitusional bersyarat lantaran mahkamah hendak menghindari ketidakpastian hukum. Juga dampak lebih besar yang ditimbulkan.
Dan harus mempertimbangkan tujuan strategis dibentuknya UU Cipta Kerja. Karena itu, dalam memberlakukan UU 11/2020 yang telah dinyatakan inkonstitusional secara bersyarat menimbulkan konsekuensi yuridis terhadap keberlakuan UU 11/2020 a quo. Sehingga mahkamah memberikan kesempatan kepada pembentuk undang-undang untuk memperbaiki UU 11/2020.
Tentu berdasarkan tata cara pembentukan undang-undang yang memenuhi cara dan metode yang pasti, baku dan standar di dalam membentuk undang-undang omnibus law yang juga harus tunduk dengan keterpenuhan syarat asas-asas pembentukan undang-undang yang telah ditentukan.
Selain itu, Suhartoyo bahkan sempat meminta penjelasan mengenai salah ketik yang terdapat dalam UU Cipta Kerja. Dalam sidang JC UU Cipta Kerja Suhartoyo meminta ahli dari presiden, Ahmad Redi untuk menerangkan salah ketik tersebut.
BACA JUGA:Putusan MKMK, Gibran Aman
BACA JUGA:Anwar Usman Dicopot sebagai Ketua MK, Anggota MKMK dan Pelapor: Harusnya Dipecat!
Pada kesempatan yang sama, Suhartoyo juga mempertanyakan kesiapan pemerintah dalam pembentukan UU Cipta Kerja. Sebab, model omnibus law tak dikenal di Indonesia.
"Soal kesiapan infrastruktur UU Cipta Kerja dan bagaimana membedah ekstensifikasi. Saya tahu ekstensifikasi itu kalau di pertanian sana. Nah apakah itu kemudian sebenarnya anda ingin menjawab bahwa UU 12/2020 belum siap? Untuk mengakomodir berkaitan dengan pembentukan UU yang berjenis omnibus law?" kata Suhartoyo.
Sementara itu, Presiden Jokowi mengeluarkan Perppu Cipta Kerja pada 30 Desember 2022. Tanpa didahului dengan revisi UU Cipta Kerja sebagaimana diamanat MK. Perppu itu kemudian bergulir dan disahkan DPR. Hanya dengan satu masa sidang.
BACA JUGA:Rangkuman Poin Sidang Etik MKMK Soal Dugaan Pelanggaran Kode Etik Hakim MK
BACA JUGA:Terpilih Jadi Ketua MK yang Baru, Suhartoyo Ingin Kembalikan Kepercayaan Publik
Pengesahan Perppu menjadi Undang-Undang pada 21 Maret 2023 mendapat penolakan berbagai pihak hingga digugat ke MK. Uji formil UU No 6/2023 diajukan lantaran para pemohon menilai proses penetapan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi UU tidak sesuai dengan Pasal 22 Ayat (2) UUD 1945 yang mengatur, persetujuan oleh DPR diberikan pada masa persidangan berikutnya.
Presiden Jokowi menerbitkan Perppu Cipta Kerja pada 30 Desember 2022 dan mengajukannya kepada DPR pada 9 Januari 2023 atau pada Masa Persidangan II Tahun Sidang 2022-2023. Namun, DPR baru menyetujui RUU Penetapan Perppu Cipta Kerja menjadi UU pada 21 Maret 2023. Bertepatan dengan Masa Persidangan IV 2022-2023.
Pada 2 Oktober 2023 saat MK memutus menolak 5 perkara uji formil UU Cipta Kerja. MK menetapkan bahwa UU Cipta Kerja sudah konstitusional. Namun, Suhartoyo bersama tiga hakim lainnya yaitu Wahiduddin Adams, Saldi Isra, Enny Nurbaningsih menyatakan beda pendapat atau dissenting opinion. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: