Demokrasi Santun ala Prabowo
ILUSTRASI demokrasi santun ala Prabowo.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
BACA JUGA:Demokrasi Digital dan Partisipasi Pemilih
Prabowo Subianto, presiden ke-8 Indonesia, dalam pidato pelantikannya 20 Oktober 2024 mengungkapkan pandangannya mengenai pelaksanaan demokrasi di Indonesia. Ia memperkenalkan istilah baru, yaitu ”demokrasi santun”, yakni demokrasi yang sesuai dengan budaya sopan santun Indonesia.
Prabowo bukan pemimpin pertama di Indonesia yang berusaha meredefinisi ulang demokrasi sesuai dengan kondisi Indonesia. Presiden Pertama RI Bung Karno dan Presiden Kedua Soeharto sama-sama berupaya untuk meredefinisi demokrasi sesuai dengan pandangan dan kepentingan masing-masing.
Bung Karno ingin menggabungkan tiga unsur utama dalam bangunan ideologi Indonesia, yaitu nasionalisme, agama, dan komunisme, menjadi satu di bawah ”Nasakom”. Bung Karno melakukan eksperimen politik dengan menyatukan tiga kekuatan sosial politik itu ke dalam sebuah koalisi nasional yang bersatu.
BACA JUGA:Demokrasi Membutuhkan Etika
BACA JUGA:Demokrasi dan Kekuasaan: Antara Maslahat dan Mafsadat
Eksperimen tersebut gagal karena tiga unsur itu laksana minyak dengan air yang tidak bisa menyatu. Namun, yang lebih penting lagi dari kegagalan eksperimen itu adalah penolakan oleh masing-masing partai politik yang punya asas berbeda-beda untuk berkoalisi di bawah Nasakom.
Eksperimen itu gagal karena kesalahan konsepsi Bung Karno dan tiadanya political will dari para pemimpin partai.
Sebagai negara baru yang masih jabang bayi, Indonesia langsung menerapkan sistem demokrasi liberal, dengan memberikan kebebasan penuh untuk mendirikan partai politik. Pemilu pertama 1955 diikuti 39 partai politik yang saling bersaing memperebutkan suara pemilih.
BACA JUGA:Seni Politik Hospitalitas: Berdemokrasi Tanpa Kegaduhan dan Kebencian
BACA JUGA:Mengoreksi Pesta Demokrasi agar Tak Menyakiti Bumi
Pemilu 1955 melahirkan Konstituante yang riuh rendah karena terdiri atas wakil-wakil partai yang sangat beragam. Pemerintahan yang dilahirkan Konstituante rapuh dan labil karena kepentingan politik masing-masing partai yang saling bertabrakan.
Bung Karno kemudian menyimpulkan bahwa Indonesia belum siap mengadopsi demokrasi liberal. Ia kemudian memperkenalkan sistem demokrasi terpimpin yang memusatkan kepemimpinannya ke tangan Bung Karno sebagai kekuatan sentral.
Eksperimen politik itu akhirnya gagal karena Bung Karno menjadi penguasa seumur hidup yang bertentangan dengan prinsip demokrasi yang paling dasar.
Bung Karno jatuh karena kemelut politik yang dahsyat akibat perpecahan yang frontal antara unsur-unsur Nasakom. Bung Karno akhirnya menjadi korban dari gagasan politiknya sendiri.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: