Debat Politik: Untuk Siapa?

Debat Politik: Untuk Siapa?

ILUSTRASI debat politik: untuk siapa?-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

Kehadiran media sosial di era digital makin menambah panjang masalah. Apalagi dengan format video pendek yang kemudian dilepaskan dari konteks. Format penyajian informasi itu bertemu dengan rentang perhatian yang pendek (attention span) menyempurnakan eksploitasi emosi, bahkan hingga di luar ruang debat. 

SKEPTISISME DAN ETIKA DALAM DEBAT

Skeptisisme yang kuat di kalangan pemilih juga menghambat efektivitas debat politik. Saat ini tingkat kepercayaan publik terhadap institusi politik, partai politik khususnya, menurun. Banyak yang merasa bahwa apa pun hasil debat, janji politik tidak akan terealisasi. 

Pemilih yang apatis cenderung tidak tertarik terlibat lebih jauh. Ketika kepercayaan terhadap sistem politik merosot, debat politik kehilangan maknanya sebagai sarana partisipasi yang sehat. Kericuhan dalam debat politik makin memperparah apatisme dan skeptisisme pada kalangan tersebut.

Di samping itu, kurangnya etika dalam pelaksanaan debat sering kali menyebabkan perdebatan berubah menjadi ajang saling serang pribadi, sorak-sorai oleh suporter, dan bahkan, keributan yang tidak perlu. 

Etika debat yang baik seharusnya menekankan penghargaan terhadap lawan bicara, fokus pada isu substansial, dan menghindari provokasi yang tidak perlu. Ketika etika diabaikan, debat tidak lagi informatif bagi pemilih, tetapi menjadi tontonan yang memperkeruh suasana politik.

MENUJU DEBAT YANG INKLUSIF DAN ETIS

Untuk menghadirkan debat yang lebih efektif, inklusif, dan etis, KPU(D) sebagai penyelenggara pemilu perlu mengambil langkah proaktif. Dan, mengingat beberapa catatan dalam debat politik kali ini, makin mendesak kebutuhan untuk melakukan evaluasi debat politik tersebut. 

Format debat harus disederhanakan dengan bahasa yang mudah dipahami semua lapisan masyarakat. Aturan etika yang ketat harus diterapkan untuk memastikan bahwa debat tetap fokus pada isu-isu penting tanpa terjebak dalam provokasi atau serangan personal.

Kandidat sebaiknya fokus menjelaskan kebijakan secara nyata, menyoroti isu-isu faktual seperti kesehatan, lapangan kerja, dan pendidikan. Edukasi politik melalui media dan lembaga pendidikan juga perlu digalakkan. 

Pemilih harus dibekali pengetahuan tentang cara menilai debat dan memahami pentingnya keterlibatan politik dalam kehidupan sehari-hari. 

Agar debat bisa memunculkan demokrasi yang sehat, debat harus dirancang sedemikian rupa sehingga menjadi ajang pertunjukan bagaimana bertukar dan menakar ide, pemikiran dan gagasan politik dengan elegan.

PENUTUP

Debat politik memang memiliki potensi besar untuk memperkuat proses demokrasi. Namun, untuk memastikan potensi tersebut terealisasi, perlu ada penyesuaian dalam penyelenggaraan debat sesuai dengan kondisi sosio-antropologis masyarakat dan penegakan etika yang ketat. 

Tanpa perhatian terhadap catatan-catatan dan kondisi yang ada, termasuk aspek etika, debat politik berisiko menjadi sekadar formalitas tanpa dampak nyata bagi pemilih. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: