Debat Politik: Untuk Siapa?
ILUSTRASI debat politik: untuk siapa?-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
BACA JUGA:Debat Kedua Pilgub Jatim: Risma dan Gus Hans Usung Birokrasi 'Resik' untuk Jawa Timur
BACA JUGA:Debat Kedua Pilgub Jatim, Khofifah Pamerkan Capaian Investasi di Jatim
Kalau ditambahkan dengan pendekatan yang dilakukan para kandidat pada aspek emosional pendukungnya, makin menjauhkan dari manfaat debat sebagai bagian dari pendidikan politik yang bermartabat.
Sangat boleh jadi, para kandidat yang pandai berbicara dan memanfaatkan emosi dapat memengaruhi pemilih meski kebijakan yang ditawarkan kurang substansial.
Menurut teori komunikasi politik, gaya retorika yang kuat dapat menutupi kekurangan dalam isi kebijakan sehingga debat menjadi ajang kontestasi kata-kata, bukan pertukaran ide yang bermakna. Menjadi ajang saling menyerang dengan saling mengeksploitasi, dan makin menjauhkan para pemilih dari substansi.
BACA JUGA:Debat Pilgub Jatim Memanas, Luluk Soroti Isu Kemiskinan hingga Kekurangan Jamban
BACA JUGA:Debat Kedua Pilgub Jatim 2024, Panelis Diisukan Dekat dengan Salah Satu Paslon
Strategi penggunaan retorika semacam itu acap kali menjadikan debat politik lebih seperti kontes pidato daripada penyampaian ide dan gagasan-gagasan. (Zarefsky, 1986)
PERSPEKTIF TENTANG SIFAT DEBAT
Ada pandangan yang berpendapat bahwa debat politik memang seharusnya menjadi arena untuk menyerang dan mempertahankan argumen, bahkan dengan mengeksploitasi aspek emosional.
Dalam perspektif itu, penggunaan retorika yang kuat dan eksploitasi emosi dianggap sah untuk meyakinkan pemilih. Namun, pendekatan semacam itu berisiko mengesampingkan substansi kebijakan dan menguatkan polarisasi dalam masyarakat.
BACA JUGA:Jadwal dan Tema Debat Kedua Pilgub Jatim 2024
BACA JUGA:Siap Hadapi Debat Kedua, Gus Hans Sebut Sudah Punya Jurus Rampingkan Birokrasi
Eksploitasi emosi dalam debat dapat memicu respons seketika, dari pemilih ataupun kandidat. Dengan demikian, itu mengorbankan pemahaman yang mendalam tentang isu-isu penting.
Ketika debat lebih menekankan pada kemenangan retorika daripada diskusi konstruktif, tujuan utama untuk mendidik dan memberdayakan pemilih menjadi terpinggirkan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: