Refleksi Hari Pahlawan: Kita Masih Terjajah dalam Kedaulatan Digital
Opini Yayan Sakti Suryandaru dan Marie Ismah Refleksi Hari Pahlawan: Kita Masih Terjajah dalam Kedaulatan Digital.-Salman Muhiddin-Harian Disway
Sebab, banyak orang yang menganggapnya sebagai game. Bahkan, 22 artis yang diduga mempromosikan judol berdalih bahwa mereka menganggapnya sebagai game belaka. Bukan judol.
Hingga kini, semua penyedia layanan digital berasal dari luar negeri. Misalnya, TikTok dari Tiongkok atau Facebook dari Amerika.
Kita tidak mampu membuatnya sebagai hasil karya sendiri. Sehingga, wajar jika informasi pribadi kita sekalipun mudah diakses oleh penyedia layanan. Bahkan, undang-undang kita memperbolehkan server berada di luar negeri
Kemerdekaan digital kita masih lemah. Kasus di Sukabumi, saat kreator TikTok Gunawan Sadbor ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan promosi judi online yang diperoleh dari fitur gift saat melakukan siaran langsung, hanyalah pemain kecil yang bisa ditangkap di permukaan.
BACA JUGA:Budaya Minta Restu, Masih Mujarabkah?
Sedangkan, aktor besar dalam praktik itu masih melenggang bebas di luar sana. Kasus ini juga semakin dibesar-besarkan akibat ekpos di berbagai media. Meski begitu, langkah awal dari Kementerian Kabinet Merah Putih bolehlah kita acungi jempol.
Jadi kita patut berkaca bahwa Hari Pahlawan tidak sekadar beratribut pakaian TNI. Kita harus mencari sosok pahlawan masa kini.
Pahlawan yang tidak mudah memberikan data pribadi ke penyedia layanan, mampu menciptakan situs karya anak negeri yang berdikari, dan mampu draft undang-undang ITE (Informasi Tranksaksi Elektronik) yang baru, yang lebih komprehensif.
Masih banyak yang harus disempurnakan dalam UU ITE No. 19 Tahun 2016. Persoalan judol, hoaks, perbankan (e-banking), pornografi, serta sanksi hukum yang lebih efektif bagi pelanggarnya.
Itulah beberapa contoh kasus akibat aktivitas digital kita. Kita belum punya seperangkat hukum tentang media online yang komprehensif atau menyeluruh.
Masih banyak pelanggaran hukum belum diatur di dalam berbagai perundang-undangan. Apalagi pengguna media sosial kita sangatlah banyak.
Menurut laporan Databoks per Mei 2024, lebih dari 139 juta pengguna aktif YouTube, 122 juta pengguna aktif Instagram, dan 89 juta pengguna aktif Tiktok.
Angka itu menunjukkan bahwa Indonesia merupakan salah satu pasar terbesar bagi platform digital global. Sampai sekarang kita hanya menjadi pasar atau konsumen bagi penyedia layanan. Bisa dikatakan kita masih terjajah oleh pihak asing dalam teknologi digital ini.
Agenda Selanjutnya
Apa yang bisa kita lakukan ke depan untuk mengatasi persoalan itu? Ada beberapa hal yang bisa penulis usulkan.
Yang pertama, menambah jurusan di SMA/SMK yang menghasilkan lulusan ahli dalam pembuatan platform konten digital. Saat ini, jurusan SMA hanya mengenal IPA, IPS, Bahasa, atau di SMK hanya mengenal administrasi, tata boga, dan teknik.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: