5 Paslon Petahana Lawan Kotak Kosong di Jawa Timur, Pertaruhkan Legitimasi
ILUSTRASI kotak kosong di pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak 2024.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
Namun, kenyataan yang terjadi malah sebaliknya.
BACA JUGA:Kotak Kosong dalam Demokrasi
“Tapi, beberapa partai mungkin lihat beberapa hasil survei dirasa strong voters dan dukungan masyarakat cukup kuat, sehingga mereka merasionalisasikan bahwa lebih aman ketika bergabung dengan petahana. Mungkin itu pertimbangan mereka,” terang pria 34 tahun tersebut.
Baginya, melawan kotak kosong merupakan hal yang sama beratnya. Apalagi, bila ia sampai kalah.
Itu berarti, kata Ipin, dirinya gagal menjaga APBD untuk pembangunan.
Sebab, bila yang menang kotak kosong, maka akan digelar pilkada ulang dan menghabiskan dana sekitar Rp 30 - 50 miliar.
BACA JUGA:Debat Pertama Pilwali Surabaya, Pendukung Eri-Armuji vs Kotak Kosong Bersitegang
Untuk itulah Ipin tak cuma berdiam diri. Ia terus menyambung silaturahmi dengan masyarakat selama masa kampanye.
Tetap optimistis, terutama karena ia merasa selalu dekat dengan masyarakat selama lima tahun memimpin Trenggalek.
Melawan kotak kosong tentu juga akan dibayangi dengan rendahnya partisipasi pemilih.
Sebab, bila partisipasi masyarakat rendah, bisa diartikan bahwa legitimasi terhadap kepala daerah yang terpilih juga rendah.
BACA JUGA:Debat Pertama Pilwali Surabaya, Pendukung Eri-Armuji vs Kotak Kosong Bersitegang
Namun, menurut Ipin, semua hasil harus diterima kelak. Terutama bila sudah menjadi keputusan PKPU.
“Legitimated atau tidak, sesuai aturan saja. Jika memenuhi 50 persen plus 1 berarti sudah legitimated sesuai konstitusi,” tandasnya.
Paslon tunggal yang bertarung melawan kotak kosong di empat daerah lainnya kurang lebih juga merasakan hal yang sama.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: